Monday 14 December 2015

[Recommendation] Webtoon: Lookism

Okay, so these days I'm really into manhwa. What I mean is, I'm not in the mood for japanese manga, and prefer to webtoon, that is the cleaner version of manhwa. It's mainly because the dialogue and storyline of webtoon is delivered neatly. Unlike a book, webtoon is enjoyed by scrolling, just like reading a screenshot of a movie.

There are so many good webtoons that I liked. Can I have a list for it? Alright, let's see:

1. Noblesse (My first love of webtoon)
2. Pinocchio (I totally recommend this one but it's been a long time to me so I'm kinda forgetting the story ㅋㅋ)
3. Tales of the Unusual (A collection of horror stories, not really thrilling but amusing)
4. Vault of Horror (horror stories collection too)
5. He is a High School Girl (It's still ongoing and really funny)
6. 7. 8. So on and on and on...

Actually I forgot the other names and those 5 are the top-list that I keep seeing.

But this post is focused only for one webtoon! The one that makes my heart 'dugeun-dugeun' and waiting like hell.

LOOKISM.

Speaking of the author, I didn't realize at first that the name "Park Tae Jun" is the same person of ulzzang "Park Tae Jun". OMG seriously I knew him since around 2010 when he joined Ulzzang Generation Season 2 and that time I constantly visited his shopping mall, Aboki (only for looking his photoshoot). And this man is really one of a kind. How can a cute, good looking, and business man like him could draw a webtoon? Life is so unfair. And he also could sing, actually. Life is double unfair because of him.

Can we move right to the story? Here is the overview of Lookism:


Speaking of the story itself, Lookism is about an ugly high-schooler that got bullied by his friends and also got discrimination only because of his look. Then, he moved to another school and suddenly had another bodies and could swap it to one another. His other body is a strong and super good looking, so he got into a new school with that body. His new school is no different with his previous, the bullying was happening too.   But with his new body, he's living a new life. He got friends, girls were surrounding him, and he also tried to defend the bullied. Later, he was on his way to change himself by his experience in that new body.

There are so many plus points for this webtoon actually. First of all, the hot good looking character. How could I say this... They are handsome, strong and young, so why should I miss it? Then, they really know how to fight. It seems like school is for fight only, I think. But the people around Hyungsuk, the lead character, are really good people. I don't know, somehow it's really amusing and worth reading.

Second, the plot is really comical and heart-warming. I remembered laughing and sobbing while reading it. It has a perfect balance for everything, seriously.

Then, this is a really mega plus point for this webtoon. I got shocked when I found out about it. Park Tae Jun, you... Ah...

The character for this webtoon is based on a real people in the real world. That Park Hyung Suk as the lead is potrayed according to the model of Aboki with the same name. He is an ulzzang. For you who don't know the meaning of ulzzang, it's for good looking boys and girls in internet, shortly, they are like a internet celeb who get recognition by their looks.

When you're already fallen love with the character and then you found out there's someone out there with a figure just like what you dreamed...  You know how it feels, right?

Not only the lead character, I thought every character in the story is based on real people. The setting itself is also following the trend. It's like enjoying real people's story in real world, seriously. Yeah, like reading someone's diary. For example, the author put the real idols like BTS in conversation and girlgroup 2EYES performing PIPPI song.

And one more thing. Did you see the ads for Line Webtoon on Youtube or TV? Yes, it shows the live action version of Lookism. In case you didn't realize it, here is a screenshot of it:


It would be great if those popular webtoon, such as Noblesse and also Lookism to have a live action, in anime version or maybe a drama. Anyway, seeing Lookism was chosen as one of the Line Webtoon's ads, it means this webtoon already gained a big popularity.

Actually, I didn't follow the chapters via the app, because in my country version, it goes really slow while the original already passed more than 50 chapters. I choose to rely on online manga sites that releases faster.

At the end, I really reccommend this one. It's perfect for girls or boys, with a full package of everything and totally interesting. I simply lack of words to explain it, though.

It's 5 of 5 stars for everything with a freshly big heart from me.

MAKE SURE YOU DON'T EVER MISS IT, OKAY?

Have a good day, everyone.

Saturday 28 November 2015

[One Shot] A Piece of an Introvert's Diary

Kupikir pada awalnya, tidak ada yang mengerti jalan pikiranku. Ya, mereka semua tidak tahu.

Kalaupun ada seseorang yang berkata memahamiku, mereka tidak tahu apa artinya itu. Bagaimana semua ini bagiku, bagaimana aku melihat semua dalam persepsiku sendiri.

Terkadang aku merasa peperangan ini seperti aku melawan seluruh dunia. Dicari ke ujung bagian manapun, tidak ada yang bisa bersekutu denganku.

Aku bertahan pada sebuah pijakan batu kecil dan menopang diriku sendiri. Selagi mereka semua berjalan dan bergerak, aku diam tak bersuara. Hanya bayanganku yang mengekori gerakan mereka. 

Perlahan, beberapa menghampiriku dan bertanya-tanya. Tembok besar menghadang mereka dan jawabanku selalu sama.

Diam. Tertawa palsu dan kembali diam. Mengalihkan pembicaraan kalau memang dibutuhkan. Karena semua orang suka membicarakan diri sendiri, maka berikan pertanyaan mengenai kehidupan dan masalah mereka.

Tembok itu tidak akan runtuh. Untuk sekian lamanya, tembok itu kokoh berdiri melindungiku. Pijakanku masih berada pada tempatnya. Aku, sekali lagi akan selamat dari arus mereka.


The Tendency as an Aries person

I read an article when I was in middle high school. It said what kind of stories that someone should make based on their horoscope.

I am Aries and it's written that I should be more focus on short stories, because we tend to easily get bored with one idea.

And years later, I could agree with that. I tried myself to create a long-term project but it always stuck in the middle. I might have tons of incomplete titles, with a lot of revisions and still haven't completed yet.

But when I made a short stories, I kinda feel enjoyed. It didn't really need a long time to finished it while I was getting busy with another idea.

I'm only saying that the article is right. Whoever the author of that article, he did a great analysis and I could related to it.

And I actually had a long story on hold. It's really hard to me to get in a right mood for one title and... Yeah, it hasn't been completed. I'm a little confused about the ending. Maybe it won't get published anyway.

Ah... I'm terribly sorry...



Friday 27 November 2015

[One Shot] Life in a Scattered Puzzle

Wesley melingkarkan sebuah scarf ke leherku untuk menghalangi udara dingin yang luar biasa menusuk hingga ke tulang. Aku memperhatikan pria ini dan tiba-tiba tersenyum. Dia menyadarinya dan bertanya, dan aku menjawab tidak ada apa-apa.

Wesley, apakah kau benar-benar menyukaiku? Sangat menyukaiku sampai kau rela menyerahkan scarf milikmu dan menahan udara dingin ini agar aku tetap hangat? Apakah perhatianmu kepadaku yang berlebihan selama ini adalah bentuk perasaanmu? Wesley, bagaimana kalau aku berkata kepadamu,

Aku tidak bisa menyukaimu sebesar kau kepadaku.

Wesley membawaku ke sebuah tea saloon. Dia tahu kalau aku tidak menyukai kopi meski dia adalah penikmat berat kopi. Terkadang aku berkata kepadanya kalau tidak masalah kami mendatangi coffeeshop, namun Wesley menolak. Dia juga hendak mengurangi konsumsi kopi, menurutnya.

Apakah kau tidak tahu semakin sering kau memaksa dirimu untuk menyesuaikan denganku, semakin berat beban ini harus kupikul?

Dia memesankan darjeeling tea untuk kami berdua. Aku memperhatikan caranya meminum teh. "You're not supposed to put a lot of sugar in your tea," ucapku.

Dia menatapku. "It's plain," dia mengecap teh tersebut, "And a little bit bitter,"

"But it's less bitter than coffee," aku hampir tertawa.

"Ya, dan aromanya juga sangat menarik," aku senang Wesley nampak menikmati tehnya.

Aku dan Wesley menikmati udara dingin di luar sambil menghangatkan diri dengan secangkir teh. Kami membicarakan banyak hal dan memikirkan banyak hal juga.

"Kalau kita menikah nanti, kau ingin tinggal dimana?"

Aku terkejut namun mencoba menutupinya. Menikah dengan Wesley tidak pernah menjadi keinginanku, meski Wesley adalah pria terbaik yang pernah kutemui. Walaupun dia merasa cocok satu sama lain, aku tidak berpikir demikian.

"Aku suka sekali daerah pegunungan seperti ini," ucapku sambil memperhatikan pemandangan di luar.

"Apakah aku sudah harus menginvestasikan sebuah rumah disini?"

Aku meliriknya. "Tetapi tempat ini sangat jauh dari kantormu," dan jauh dari perkotaan.

"Ah, begitu ya? Lalu bagaimana?"

Pertanyaan ini mengarah ke hal-hal yang sangat kuhindari. Aku tidak ingin memberi harapan palsu kepadanya. Tetapi aku juga tidak memiliki jawaban dari pertanyaannya.

"Let's not think about it and focus on our present," elakku.

Wesley nampak kecewa. Sepertinya dia mulai merasakan bahwa aku tidak melihat masa depan bersamanya. Ya, kalau dia berpikir seperti itu, dia benar. Sayangnya dia tidak pernah menanyakannya kepadaku.

"Good night," ucap Wesley setelah mengantarkanku ke depan pintu studio milikku.

"Good night," balasku.

Dia mengecup dahiku dan melambaikan tangannya kepadaku selagi berjalan pulang. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman kecil sampai dia tidak terlihat lagi dari penglihatanku.

Setelah selesai mandi dan bersiap tidur, seseorang mengetuk pintuku. Kupikir orang itu adalah Wesley. Dia sering melakukannya dan berkata bahwa dia sudah merindukanku meski baru beberapa menit berlalu.

Tetapi siapa yang kutemui di hadapanku kali ini bukanlah Wesley. Seseorang yang tidak pernah kuharapkan untuk datang kini berada tidak lebih dari 30 cm di depanku.

Dengan wajah sendunya dia langsung memelukku tanpa izin. Di pelukanku, dia menangis dan tubuhnya gemetaran. Aku mulai mengerti apa yang terjadi kepadanya.

Berapa kali kau harus mengalami patah hati?

Saat duduk di sofa, dia mulai menceritakan masalahnya. Benar saja dugaanku. Dia baru saja putus dengan seorang wanita yang kuingat bernama Claire. Setidaknya hubungannya kali ini sudah berjalan lebih lama dibandingkan sebelumnya. Namun semakin lama hubungan mereka, semakin lama pula curhatannya.

Katakan kepadaku, berapa lama lagi kau ingin terpuruk seperti ini dan tidak pernah melihat keberadaanku di sisimu?

Thursday 19 November 2015

[Muse] Yearning

#np 박효신 - 동경



Aku tidak sengaja mendengarkan lagu dari iPod-ku. Tiba-tiba saja sebuah lagu terlintas dari benakku. Sebuah lagu lama yang hampir terlupakan olehku. Ketika lagu ini dimainkan, aku langsung mengingatmu. Mungkin, ini adalah satu-satunya yang dapat mengungkapkan kondisiku selama ini hingga sekarang.

우린 서로 너무도 다른 세상에 살아왔죠
Kau dan aku hidup di dua dunia yang sangat berbeda,

한번 스쳐 지났을 뿐
Kita hanya berpapasan sekali,

그 후로 난 멀리서 이렇게 기다려왔죠
Kemudian, aku menantimu seperti ini dari kejauhan,

언젠가는 내 헛된 꿈이 혹 이뤄질까
Kapankah mimpiku menjadi kenyataan?

날 기억이나 할까요
Apakah kau masih mengingatku?

내 이름조차 생각이나 날까요
Mungkinkah kau masih mengingat namaku?

누군가 매일 그대를 위해 늘 기도해온 걸 알까요
Akankah kau tahu bahwa seseorang selalu mendoakanmu setiap hari?

그대가 난 부럽죠
Aku iri kepadamu,

나 같은 사람 너무나 흔하겠죠
Seseorang sepertiku mungkin tidak istimewa,

혹시나 그대 알고 있나요
Mungkin kau sudah tahu,

얼마나 행복한 사람인지
Betapa bahagianya kau,

아껴왔던 내 맘이 흔하게 묻혀질까봐
Kupikir perasaanku kepadamu ini akan terkubur seperti tidak ada yang istimewa,

단 한번도 편지조차 못했는데
Sehingga aku tidak pernah mengirimimu surat,

날 기억이나 할까요
Akankah kau mengingatku?

내 이름조차 생각이나 날까요
Akankah kau mengingat namaku?

그대는 이미 누군가에게 큰 의미라는 걸 알까요
Apakah kau tahu bahwa kau sangat berarti bagi seseorang?

그대를 사랑해요
Aku mencintaimu,

나도 모르게 이렇게 돼 버렸죠
Aku menjadi seperti ini tanpa kusadari,

혹시나 그대 알고 있나요
Mungkin kau sudah tahu,

그 날 이후로 지금까지
Bahwa setelah hari itu,

매일 그대의 곁에서
Aku terus berada di dekatmu,

맴돌았다는 걸 그대를 지켜왔었다는 걸
Dan mengawasimu,

날 사랑하면 안돼요?
Tidak bisakah kau mencintaiku?

단 하루라도 그럴 수는 없나요?
Tidak bisakah walau hanya sehari saja?


허튼 생각이란 거 알지만
Aku tahu ini hanyalah pemikiran sia-sia, namun,

한번은 말하고 싶었죠
Aku ingin sekali menanyakanmu sekali saja,

사랑해도 되나요?
Dapatkah aku mencintaimu?

혼자서라도 사랑하면 안돼요?
Tidak bisakah aku mencintaimu sendiri meskipun kau tidak mencintaiku?

허튼생각이란거 알지만
Aku tahu ini hanyalah pemikiran sia-sia, namun,

한번은 말하고 싶었죠
Aku ingin mengucapkannya sekali saja,


그대를 사랑해요..
Bahwa aku mencintaimu...


Setelah lagu tersebut selesai, aku ragu. Apakah aku harus memutarnya lagi? Kedua kalinya lagu ini kudengarkan akan menjadi awal dari kali ketiga, dan selanjutnya. Aku akan berakhir mengulangi lagu tersebut hingga aku tertidur pulas. Oh, mungkin sebelum tertidur aku akan mengingatmu lebih dahulu. Kemudian hanya menunggu sebentar saja sampai akhirnya emosiku mulai terbawa.

Mengingatmu dan membayangkanmu, mengapa kau harus mengisi malamku kali ini?

Airmata yang sudah terlanjur menetes terasa sia-sia. Sudah berkali-kali kukatakan kepada diriku sendiri kalau semua ini hanya membuang waktu saja. Aku ingin menyalahkan lagu ini yang masih saja berada di music library, namun sekali lagi, tidak ada gunanya.

Kau,

Ah...

Buat apa aku memanggilmu, bahkan kau saja tidak mungkin teringat kepadaku.

-the end-

Monday 5 October 2015

Intermezzo: Recently Played Musics

1. Muse - Mercy

As usual, Muse is never failed to amuse me. This time, while listening to this song and close my eyes, it's like imagining myself on a Colosseum, but why? I don't really get it but it means good, like a grand song!

2. Hailee Steinfeld - Love Myself

"Gonna love myself, no, I don't need anybody else" This song is like a remedy to me whenever i feel down.

3. Shannon Williams - Why Why

The one thing that I love about this song is because it reminds me of a typical k-pop song! You know a cute, bright, cheerful, bla bla blah. Even though it's not sung by a korean, but she's good, for real. I love everything about this song. When i said everything, it means including the performance, concept, lyric, voice, EVERY ASPECT OF IT! It's quite sad knowing it wasn't too success, but this song always gives me a positive energy.

4. Fly To The Sky - It Happens To Be That Way & If I Had To Have You

Not a catchy name for a song title, right? But recently, I'm addicted to their newest mini-album, like seriously. I listened to them while dozing off at midnight. It's good, f*ckin' real good. And one thing for sure, i'm already captivated by Hwanhee's voice.

5. Hwanhee - Don't Go Away

It's from his H-Hour Album and I got upset like hell when i realized how good it is. I really like the title song, "While Doing" so i didn't get to listen other songs so I'm repeating this song until I'll get sick of it later. Hwanhee, you... You handsome, manly witch! What kind of spell did you cast, huh?

6. DAY6 - Congratulations

This song is the fastest to be one of my "Most Played" playlist on iTunes. Once I heard it, I suddenly fell in love. It's not a ballad song, not an upbeat too, and it perfectly matched my ideal song's beat. It turned out to be a sad song, but I would get happier whenever I listen to it. I don't really get it why they never performed in any music program, and their debut promotion is quite lacking. BUT SERIOUSLY? IT'S A GREAT SONG PERFORMED BY A GREAT GROUP TOO YOU ROTTED AGENCY!

7. Roy Kim - You Don't Love Me

It's an OST for a Korean Drama "Twenty Again". I'm enjoying the drama, but I listened to the OST first. It's really... It doesn't need any word, come on, it's Roy Kim!

Sunday 4 October 2015

[One Shot] Linger

Disaat matamu menangkapku, semua ini bagaikan ilusi. Aku lupa diri. Lupa caranya bernapas dan berjalan. Kau memaksaku untuk menghentikan waktu, namun aku tak bisa.

Setiap helaan napas yang kukeluarkan bagaikan detik waktu yang terbuang percuma. Aku tahu harus memanfaatkan momen ini sebaik mungkin. Namun kenyataan bahwa aku hanyalah pria pecundang akan membuatmu kecewa denganku.

Sehingga aku memilih diam. Tidak berusaha memperjuangkanmu.

"Sebentar," ucapnya.

Aku memperhatikan tingkahmu. Kau masih mempesona seperti biasanya meski senyuman di wajahmu mulai berkurang. Sesuatu membebanimu, membuat lipatan di sekitar dahimu.

"No, i'm fine," ucapmu.

Kau sedang berbicara dengan orang lain dan membelakangiku. Aku terus membayangkan banyak hal tentangmu selagi menunggu kau selesai berbicara.

Mengapa aku harus bertemu denganmu?

Kau kembali melihatku. Tanganmu merangkulku seolah perasaan ini hanya tumbuh kepadaku saja. Kita berjalan lagi dan aku masih menahan rasa gugup ini sendirian. Kau nampak begitu nyaman di dekatku. Meski mengetahuinya membuatku senang, aku tidak bisa mengontrol perasaanku. 

Kau mengeluh dengan masalahmu. Wajahmu semakin murung seiring dengan keluhanmu. Hentikan, kumohon. Meski aku tidak bisa memilikimu, yang kubutuhkan kali ini hanyalah senyuman.

Aku harus memastikan bahwa kau berbahagia sebelum aku menghilang dari kehidupanmu.

Lalu kita bertemu dengan pria yang mengembalikan senyumanmu. Aku memperhatikan bagaimana kau dan dia bertatapan satu sama lain. Ah, seharusnya aku segera pergi dari sini. Aku tidak tahan melihat pemandangan ini. Melihatmu, apalagi.

"Join us," ucap pria itu.

Aku tersenyum palsu. Kalau saja seseorang mengetahui apa yang dibalik pikiranku sekarang, mungkin dia akan begitu muak denganku.

Meskipun aku sangat membenci situasi ini, aku memilih untuk bergabung dengan kalian. Setidaknya aku bisa memperhatikanmu lebih lama lagi, pikirku. Rasa candu ini membuatku cukup gila hingga rela melakukan apapun demi melihat sosokmu. Bahkan bersedia menjadi orang ketiga yang mengganggu kemesraan kalian.

Kalau pada akhirnya aku tidak bisa melepasmu, apa yang harus kulakukan?

Selagi kalian berbicara dan bertukar canda, aku larut dalam pemikiran sendiri. Berjalan sambil berpegangan tangan, kau menyandarkan kepalamu di bahunya, dan aku harus menerima pemandangan ini.

Kau tidak akan bisa kumiliki, namun mengapa aku masih bisa merasakan secercah kebahagian disini?

Kemudian, sesuatu menyambarku. Pemikiran bodoh itu. Sesuatu yang seharusnya tidak pernah terbenak. Aku membenci sekaligus menyukai ide tersebut.

Mungkin mulai sekarang aku tidak akan pernah menghapus status adik ipar yang akan kumiliki.


Melalui status tersebut, aku bisa memuaskan kerinduanku kapanpun yang kumau. Aku bisa berada di sampingmu tanpa khawatir. Aku bisa melakukan apa saja meski itu berarti kau tidak akan pernah membalas perasaan ini.


Persetan dengan perasaanku. Selama aku masih bisa menikmatimu dari dekat, aku tidak peduli.

"Which one do you prefer?" Kau menanyakan pilihanku untuk gaun yang akan kau kenakan. Kebahagiaan itu masih ada rupanya. Disaat kau menyadari keberadaanku ini bukan hanya sekedar bayang-bayang.

"That rose gold one," jawabku.

Kau memelukku saat mendengar jawabanku. "Kau benar-benar mengenalku dengan baik," ucapmu. Rupanya kau sedang berselisih mengenai pilihan warna untuk gaunnya nanti.

Kakakku, ya, pria itu, dia hanya duduk diam dan membiarkanmu mengatur pernikahan. Untuk sekian kalinya aku bertanya-tanya mengapa aku harus ikut kalian. Tetapi setiap aku melihatmu, jawaban itu datang.

I'm addicted to your presence.

Walaupun kau tidak melihatku seperti aku kepadamu, meski aku tahu kau tidak akan menyukaiku. Aku tetap ingin bersamamu selamanya.

Sehari sebelum hari pernikahan, seluruh keluarga besarku datang termasuk sepupuku, Molly. Molly adalah salah satu yang terdekat sekaligus sahabat baikku.

"Hentikan melihatnya seperti kau masih memiliki harapan," ucapnya saat melihatku di pinggir hall.

Aku hampir tidak menyadarinya karena terlalu fokus menonton gladi resik pernikahanmu. Kau begitu cantik dengan gaun yang sama seperti kutunjuk pada itu. Apapun yang kau kenakan selalu tampak cantik bagiku.

Aku hanya tersenyum menanggapi Molly.

"Kau memiliki segalanya, ketampanan, harta, kau juga pintar dan berkharisma. Posturmu sudah sempurna, wajahmu tegas dan..."

"Molly," aku tidak tahan mendengarnya tanpa menahan tawa.

"Dari sekian banyak wanita yang jauh lebih sempurna dibandingkan Miranda, mengapa kau malah menyakiti dirimu sendiri?"

"Molly," panggilku lagi. Meskipun aku bisa memutar waktu dan memilih tidak menyukaimu, aku tidak akan melakukannya.

"I love her with all my heart," jawabku.

"So?"

Aku melihat Molly yang nampak tidak mengerti. "With all my heart, yang berarti kalau aku melepasnya, there's nothing left in me,"

Aku tersenyum pahit. Molly tidak menyukai jawabanku sepertinya.

"You pathetic fool. You're supposed to be strong and move on," kau tidak nampak kuat seperti kelihatannya, benak Molly dari sorot matanya.

"I'm happy enough, Molly," alih-alih tersenyum, aku malah menghela napasku.

Kau dan kakakku sedang mengatur acara untuk besok diatas panggung. Saat melihatku dekat pintu keluar, kau tersenyum dan perasaan itu datang kembali. Rasanya persis seperti seorang pecandu narkoba yang baru memakan pil ekstasi setelah lama tidak mengonsumsinya. Lega dan bahagia dibalik semu. Ya, seperti itu.

"Stop it," ujar Molly. "Hentikan tatapan itu," kau benar-benar menyedihkan, benaknya lagi.

"Bagaimana aku bisa menghentikan semua ini kalau pada kenyataannya aku harus menjadi adik iparnya, Molly?"

Menjauh dari keluarga besarku? Menyendiri di negara lain?

Aku sudah memikirkan banyak hal, cara untuk menghilangkan perasaan ini. Menghilang dan membiarkanku tidak di dekatmu lagi bukanlah cara yang tepat. Mengosongkan hatiku sama saja bertahan hidup tanpa ruh.

"I hope you'll find your own happiness," ucapnya sambil melangkah pergi.

My own happiness?

Apakah ada kebahagiaan lain yang bisa kumiliki selain berada di dekatmu?

Malam harinya, beberapa jam sebelum pernikahan berlangsung, diadakan pesta kecil-kecilan khusus untuk keluarga terdekat saja. Aku datang dengan penampilan terbaikku. Untuk menghadapmu, tentu saja.

"You're really handsome tonight," ujarmu saat melihatku.

Aku tersenyum puas. Upayaku akhirnya terbayar sempurna. Aku begitu mengharapkan kata-kata itu dari mulutmu. Kau, dengan cocktail dress berwarna pastel yang sama cantiknya seperti dirimu.

"Thanks," balasku. Kupikir dengan ketampananku yang melebihi kakakku sendiri, aku masih tidak bisa merebutmu darinya, bukan?

Kau merangkulku dan membawa ke tengah-tengah. Semakin lama aku merasa kau tahu sejak lama bahwa aku menyukaimu. Kau memanfaatkanku. Mengetahui aku akan melakukan apapun untukmu, kau terus menyeretku menuju duniamu.

Kalau hanya dengan tatapanmu aku kembali jatuh cinta, kini kau merangkulkan kedua tanganmu ke leherku dan mengajak berdansa. Lagu ballad yang sedang dimainkan membawa suasana romantis sehingga membuatku tidak tahan untuk menyentuhmu juga. Senyumanmu terus melebar dan nampak luar biasa bahagia. Di atas lantai dansa ini, lagi-lagi aku merasakan getaran seperti kali pertama aku melihatmu.

Apakah kebahagiaan rasanya seperti ini?


"I'm thankful for having a dear friend like you," kau berbisik kepadaku. "For bringing Anderson to my life," kau terus berbicara kepadaku seolah aku tidak menyadari perasaanku.


Kalau aku berkata mengenalkan Anderson adalah penyesalan terbesarku, apa yang harus kulakukan?

"Harrison, kau tidak tahu betapa bahagianya aku bertemu denganmu,"

Pada saat kau memanggil namaku, aku tidak sanggup menahan diri lagi. Rasanya seakan surga dan neraka bercampur menjadi satu. Disaat amarah yang terus kubendung tertumpah oleh secercah kebahagiaan. Rasanya... berantakan.

Pada akhirnya aku hanya tersenyum dan berusaha menjauh darimu. Aku menghampiri Molly dan mencoba menahan ekspresi wajahku.

"Teach me how to stop this," pintaku.

Molly kelihatan sedikit terkejut, namun dia segera paham. "Go somewhere far and never go back again," balasnya.

Aku tidak bisa menahan perasaanku lagi. Hanya Molly satu-satunya untuk berbagi. Aku butuh melepaskan diri dari racun ini. Seluruh tubuh dan pikiranku sudah digerogoti olehnya dan aku tahu itu adalah hal buruk. Tetapi aku takut, apa yang harus kulakukan saat aku merindukanmu nantinya.

"Bagaimana kalau setelah bertahun-tahun kepergianku, aku jatuh cinta kembali setelah melihatnya?"

"Kalau begitu jangan pernah bertemu selamanya," ujar Molly. Dia menatapku lalu berkata lagi, "Kau bisa menangis di depanku, tidak ada siapapun yang melihat," aku tidak yakin apakah dia dapat melihatnya hanya dari raut wajahku.

 Apakah kau masih menganggapku pria kalau aku akhirnya menitikkan air mata karenamu?


Akhirnya pintu menuju neraka tiba. Di hari pernikahannya, aku terpaksa harus berdiri di deretan terdepan dan memasang senyuman di wajahku. Setelah pembicaraan kita semalam, aku belum menyapamu sama sekali dan kau juga terlihat sibuk dan melupakanku.


Bagaimana cara menyimpan perasaanku kepadamu tanpa mengutarakannya kepadamu, selamanya?

Kalau ada penderitaan yang dapat kutukar selain penyiksaan ini, aku rela. Jangan biarkan aku berada di tempat ini dan menyaksikanmu secara resmi dimiliki oleh kakakku sendiri. Kumohon, karena pada akhirnya aku sadar bahwa aku tidak sekuat yang kubayangkan.

"Kau mau kemana?" tanya Molly disaat beberapa menit sebelum prosesi dimulai, aku berusaha meninggalkan tempat.

"Aku tidak bisa, Molly," kumohon, biarkan aku pergi kali ini. "Beri ucapan selamatku kepada mereka. I'll go as you said,"

Molly melihatku dari atas hingga ke bawah. "Good luck,"

Ya, good luck.


Untuk upaya melupakanmu meski aku tahu tidak akan pernah bisa.


Untuk membiarkan kesepian ini semakin berlarut.

Untuk meneruskan hidupku tanpa keberadaanmu di sisiku.

Miranda, sejak awal aku mengenalmu, kau selalu ceria dan bersemangat. Kau menampakkan dirimu bagaikan cahaya yang menyilaukan mata. Aku tidak tahu mengapa kau tidak bisa melihatku sejak aku menunjukkan ketertarikan kepadamu. Tidak ada pria yang selalu menyempatkan waktunya menemuimu kapanpun dan dimanapun demi mendengarkan keluh kesahmu kalau dia tidak menyukaimu. Meski dengan bertemu denganmu membuatku bahagia, kau memaksaku untuk selalu serakah. Aku tidak tahu apakah kau membimbingku ke langkah yang lebih baik atau justru ke lubang yang dalam. Yang jelas, mulai sekarang, aku menyerah. Aku akan pergi sekarang.

Dan akhirnya kita berdua berjalan ke arah yang saling berlawanan...

-end-

Thursday 1 October 2015

[Collection] The Best Hug

“ That was so gross, stop it Gere !” aku menutup mataku.

Gerald menjulurkan lidahnya, dan kembali mengunyah permen karet tersebut. “ This tastes good, this feels really you,” ujarnya.

Gerald baru saja memakan permen karet yang baru kukunyah. Awalnya aku hanya bercanda menyuruhnya memakan permen karet bekas itu. Dan dia sungguh berani melakukannya.

You asked it, Sara,” tambahnya.

I was joking,

“ Tetapi kau selalu tahu bahwa aku selalu melakukan apapun yang kau mau, even if it takes many risks to myself,”

Stop it,” pintaku, dan Gerald benar-benar langsung melepeh permen karet tersebut.

Aku tertawa. Gerald tertawa. Aku memukul tepat di dada Gerald yang sudah terasa sangat bidang hingga pukulanku pasti tidak akan terasa apa-apa bagi pria tersebut.


He is the best badass-friend I ever had… Batinku.

Monday 28 September 2015

[Continuous] New Season (Part 6)

Akhirnya aku mengetahui apa yang salah.  Bahkan rasanya aku ingin tertawa saat menyadari betapa bodohnya yang kulakukan.

"What are you laughing at?" Tanyanya.

Rupanya aku tidak sanggup menahan tawaku dan menunjukkannya.

"Have i told you that you're the biggest mistake that i ever had?"

Aku memang mengharapkan respon seperti yang baru saja Daniel lakukan. Dia mengerutkan dahinya dan berkata,

"Apa maksudmu?" Tanyanya.

"Forget it," ucapku. "I need to clear my head," aku berjalan masuk ke kamar.

"Wait, Ashley," panggilnya. "Aku mendengar dengan jelas kau berkata bahwa aku adalah kesalahan terbesarmu,"

"It's good, then," balasku acuh. "Berarti pendengaranmu masih berfungsi dengan baik," aku berjalan lagi menuju kamarku.

Namun Daniel menarik tanganku yang sudah menggapai pintu kamar.

"Semuanya baik-baik saja sebelum keberangkatanku," dia menjawabku dengan nada yang agak tinggi. Aku bisa merasa dia mulai merasa kesal.

Cengkeramannya benar-benar membuatku tidak bisa bergerak. Dia menggunakan kekuatannya dan seperti mengeluarkan amarahnya sekarang.

"Tidak seharusnya aku pergi ke London. Semuanya salah, tetapi aku tidak pernah menyalahkanmu, tidak menyalahkan apapun. Bagaimana bisa kau berkata bahwa aku adalah kesalahan terbesarmu?"

Hari ini bukanlah waktu yang tepat untuk berbicara. Seluruh otakku sudah lelah, begitupun dengan badanku.

"Kau. Sejak awal kau tidak seharusnya..." mulutku terkunci.

Apa yang mau kau katakan, Ashley?

"Lupakan, kumohon," pintaku.

"Tidak, lanjutkan," Daniel menahanku yang ingin melepas cengkeramannya.

Berkali-kali aku mencoba membalasnya, kekuatan Daniel sama sekali tidak setara denganku. Dan walaupun dia tahu aku sama sekali tidak nyaman dengan cengkeramannya, Daniel sama sekali tidak melepasku.

"It hurts," ucapku lirih.

"Aku tidak akan melepasmu sampai kau menjawabku. Aku seharusnya tidak apa?"

"Kau seharusnya tidak membuatku menyukaimu!" Balasku memaki. "Kau puas? Sekarang lepaskan aku!"

Daniel akhirnya melepaskan tangannya. Aku kembali membuka pintu kamarku dan bergegas ke kamar mandi.

Tetapi Daniel tiba-tiba menarik tanganku hingga tubuhku ikut tertarik. Dia merangkulku, dan menciumku.

Yes, he just kissed me.

Apakah dia sedang mencoba mencari tahu apakah aku masih menyukainya?

Dengan bodohnya, aku tidak menarik diriku dan malah mengikuti kemauannya.

Tetapi akhirnya aku mengerti sesuatu.

My heart is still yearning for him...

"This isn't right," ucapku. Aku teringat akan Jared dan akhirnya mampu menarik diriku menjauh. "I have Jared now," balasku.

"Kau masih tidak mengerti apa yang kau inginkan?"

"I want you to stop seeing me," jawabku.

"Tidak, tidak akan. Aku tidak akan pernah mempercayai ucapanmu setelah aku mendapatkan jawaban darimu tadi,"

Jawaban apa?

"Please, Dan. I have boyfriend now. You should leave," pintaku.

"Break up with him,"

"No way,"

Aku tidak pernah berpikir untuk memutuskan hubunganku dengan Jared. Bagaimanapun juga, dia adalah atasanku. Kalau kata putus itu datang dari mulutku, apa yang harus kulakukan saat menghadapnya nanti. Mungkin kalau dia yang memutuskanku terlebih dahulu, keadaan akan lebih mudah.

"Lalu?"

Stay. Aku menginginkanmu, bodoh.

[One Shot] That Rainy Day, That Sunny Day...

The first time I met you, it was raining. 

You stood near the window and looked at the sky.

And it simply became my favorite view. 

Your back, 

The way you put your hands inside the pockets,

The firmness of your jaw line,

And even your shadow,

Everything was perfect to me.

"Thea!"

Aku melamun rupanya. Berjalan melewati jendela itu membuatku mengingatmu lagi. Hujan di luar sana membuatku terus membayangkan hari itu. 

Ya, suatu hari di musim yang dingin dan lembab.

"What are you doing there?" tanya Wendy dari kejauhan.

"Hmm...? Nothing," aku berlari menghampirinya. Sekali lagi, mataku melirik jendela itu dan tersenyum. Aku masih bisa merasakan kehadiranmu, di dalam ingatanku. Ah, seharusnya aku tidak boleh larut dalam perasaan ini. Semua ini kembali datang tanpa kusadari, bahkan ketika aku menyibukkan diriku sendiri dengan hal lain.

"Ah... sial! Aku lupa membawa payung!" ucap Wendy panik. Aku memperhatikannya yang masih kebingungan. Dia harus buru-buru pergi mendatangi ujian di tempat kursusnya.

"Here, use mine," aku menyerahkan payungku. Aku tidak terburu-buru untuk pulang dan lagipula menunggu hingga hujan reda bukan masalah bagiku.

"Thanks, Thea," Wendy langsung pergi dan menggunakan payungku.

Aku memperhatikan hujan yang tidak nampak reda. Sepertinya aku akan menunggu cukup lama kali ini. Karena aku pulang lebih lama karena ada kelas tambahan khusus, sekolah sudah terlihat sepi. Hanya ada aku sendiri terduduk di dekat pintu sekolah.

And then you come, again, approaching me, for real.

Tuesday 1 September 2015

[Collection] Isn't She Lovely

Matahari saat itu hendak tenggelam… Saat aku pertama kali melihatmu…

Aku berhenti dari sepedaku saat melewati jalanan di pinggir pantai Asarella. Aku memarkirkan sepedaku di dekat pembatas jalan, dan menepi sebentar untuk menikmati fenomena sunset di pantai yang indah ini.

“ Ehm…” gumam seseorang yang tiba-tiba mendekatiku.

“ Aku masih baru disini, dan sedang mencari sebuah alamat, apakah kau bisa memberitahuku dimana alamat ini ?” tanyanya.

Aku memperhatikan gadis ini dari ujung rambut hingga kuku kakinya. Seorang gadis dengan mata bulat dan hitam bersinar, serta bibirnya yang bergelombang seperti ombak di lautan. Rambutnya hitam yang tergerai hingga melewati bahunya dan kulitnya yang putih pucat kelihatan begitu kontras sekali.

Hallway Street No. 232

Aku membuang mukaku dan menatap fenomena sunset yang hampir saja kulewatkan. Saat tahu aku mengabaikannya, dia memohon.

“ Oh… Ayolah… Kau satu-satunya orang yang kutemui sepanjang jalan ini,”

Aku merogoh notes di sakuku, dan mulai menulis,

Ada urusan apa kau di rumah itu ?

Aku menunjukkan tulisan tersebut kepadanya. Dia membaca, dan melihatku kebingungan.

“ Ada suatu keperluan. Mengapa kau bertanya seperti itu ?”

Aku memasukkan kembali notes tersebut dan melangkah untuk mengambil sepedaku. Saat aku sudah hendak duduk, aku melihat gadis itu dan menepuk tempat duduk belakang, maksudnya aku menawarkan tumpangan untuknya.

“ Kau mau mengantarku ? Terima kasih sekali,” ujarnya kegirangan

Aku mengayuh sepeda dengan sekuat tenaga, penumpangnya kini bertambah menjadi 2 orang. Tentu saja sebenarnya aku kesulitan dalam menjaga keseimbangan, apalagi mengayuhnya juga terasa lebih berat.

Akhirnya kami sampai di alamat yang dimaksudkan. Aku berhenti tepat di depan gerbang sebuah rumah.

“ Terima kasih banyak,” ucap gadis tersebut.

Gadis itu langsung memencet bel. “ Siapa ? Ada perlu apa ?’ tanya seseorang dari speaker. “ Namaku Scarlet, dan aku mencari seseorang yang bernama Carmen,” ujarnya. “ Baiklah, silahkan masuk,” jawab seseorang di seberang sana.

Pintu gerbang yang tadinya terkunci tiba-tiba terbuka sendiri. Aku masuk ke dalam rumah tersebut. Dan gadis yang bernama Scarlet itu menghadangku.

“ Mengapa kau ikut masuk ? Aku sudah berterima kasih kau mau mengantarku sampai sini, tidak perlu sampai menemaniku,”

Aku mengangkat sebelah alisku, menatapnya dengan aneh, lalu mengabaikannya dan tetap melangkah masuk.

Memangnya aku tidak boleh masuk ke dalam rumahku sendiri ?

Monday 31 August 2015

[One Shot] Bound and Beyond

Don't worry, little girl,

Every pain is also another description of pleasure,

You and I here,

We are destined to be together,

To share both pleasure and pain,

Here...

Aku masih mengingat jelas apa yang Ravi bisikkan kepadaku, bagaimana dia mampu menenangkan diriku saat terjebak ke dalam sebuah lubang hitam tanpa ketakutan. Aku memperhatikan bukti-bukti yang masih berserakan dan bahkan menempel seolah hatiku sudah bebas dan tidak lagi menjerit.

I'm free.

Ravi membuka mataku. Disaat aku berada diatas, lubang hitam ini nampak begitu kelam dan mencekam. Sesaat setelah dia mendorongku dan jatuh ke dalamnya, lubang itu terasa lebih bercahaya dibandingkan diatas sana. Hanya kata terima kasih tidak akan pernah cukup menunjukkan apa yang kurasakan sekarang.

"Morning, cupcakes," sapanya. "You look very energetic," dia memperhatikanku dari atas hingga bawah.

Dia mengejekku. Siapapun yang baru saja terjatuh akan merasa sangat lemah, setidaknya sakitnya masih membekas.

Hari pertama setelah aku terjatuh, dan rasanya hidupku sudah tepat seperti yin-yang. Otakku memiliki dua sisi, dan keduanya bekerja penuh tidak seperti sebelumnya. Melamun adalah sesuatu yang tidak pernah kulakukan dan kini hampir di siang hari kuhabiskan dengan membayangkan cara-cara terjatuh lagi.

Ini adalah masa dimana adrenalinku bekerja tanpa henti. Expectation turns to either enthusiasm or fear. Semua hal yang dibayangkan seolah butuh direalisasikan segera.

Aku tidak tahu sejak kapan ketertarikan ini berawal, apakah tepat disaat aku terjatuh atau tanpa kusadari aku memang selalu menginginkannya. Setiap kali matahari bergantung di langit, aku menunggu dia tertidur pulas. Setiap mata yang memandangiku di siang hari, aku berharap ketika tidak akan ada mata yang berusaha menghakimi lagi.

Malam selalu menjadi waktu dimana keinginan diwujudkan. Suara deruman mobil yang menanti untuk terparkir di garasi, suara gelas-gelas yang bertabrakan di bar dan terbiasa mendengar curhatan suka maupun duka, dan, suara decitan selimut yang terentang diatas kasur.

Tetapi malam bagiku adalah waktu yang tepat untuk terjatuh, lebih dalam, lagi.

Ravi tersenyum saat melihatku, seakan tahu bahwa aku akan kembali. Aku ingin berteriak memberitahunya bahwa kini aku bebas, dan dia adalah yang membebaskanku. Baik hari ini hingga hari berikutnya, temani aku dalam kebebasan itu. Ah, bicara apa aku.

Mulai saat ini permainan baru dimulai. Aku adalah pemain baru dengan tingkat budak yang mencoba berguru dengan sang penguasa. Banyak hal yang masih tidak kuketahui, namun dengan senang hati akan kupelajari.

Safe doesn't exist, nor exit.

Aku mengangguk kepada Ravi. Disaat aku sudah memutuskan untuk kembali terjun kedalam lubang yang lebih dalam lagi, tidak akan pernah ada tangga yang mengantarku kembali. "Georgina..." dia memberikan aba-aba.

Caranya menuntunku seperti Adolf Hitler dengan penuturan Dalai Lama. Wawasannya seperti Albert Einstein dengan sikap Mahatma Gandhi.

Sampai kau tidak bisa menjelaskan apa yang kau rasakan, aku tidak akan membiarkanmu pergi, katanya.

Georgina, sejak awal kau tahu kau tidak hanya sekedar akuntan biasa.
You are beyond that.
You are not bounded by anything.
You deserved life to be adventurous.
Get out of your boring life and get rid of your principle.
Your day can be filled with your forever ambition, but your night is the time to reveal who you really are.

A cutesy rabbit, a pampered cat, a majestic peacock, or even a sly snake.

-end-

Saturday 29 August 2015

[One Shot] A Cup of Iced Latte

Kau tahu apa yang lebih mengejutkan disaat kau sedang sendirian?

Ketika pikiranmu sedang bermain dengan telinga, seakan kau mendengar hal-hal yang fiktif namun terasa sangat nyata. Terkadang delusi seperti itu begitu memabukkan. Dan hal tersebut adalah tahap awal bahwa kau terdeteksi sebuah depresi akut.

"You need someone,"

Seseorang duduk tepat di depanku ketika aku sedang memanjakan diri di sebuah coffee shop sambil menikmati Iced Latte favoritku. 

Aku tahu. Menyenangkan, bukan? Disaat kau sendirian dan seseorang mengganggu waktumu. Seperti kau terlalu banyak mengenal orang lain dan mereka begitu bersemangat untuk menemuimu. Atau mungkin kau akan merasa bahwa hidupmu sangat berwarna dan dipenuhi orang-orang yang sangat memperhatikanmu.

Tetapi, orang yang berada di hadapanku adalah salah satu bentuk halusinasi. Hidupku tidak pernah seberuntung itu. Terlalu banyak populasi manusia di dunia ini dengan kesibukannya masing-masing. Lalu mengapa kau bisa merasa ada orang yang cukup perhatian kepadamu?

"Be social," ucapnya.

Oriol. Aku menamainya seperti model spanyol yang terkenal dengan mata biru kehijauan yang dimilikinya, Oriol Elcache. Nama tersebut adalah salah satu pengingat bahwa pria ini begitu fiktif. Tidak mungkin ada seseorang dengan penampilan bak supermodel terkenal yang sengaja menghampiriku di hari sibuk seperti ini.

"F*ck off, Oriol," pintaku.

"Kau tahu? Itu adalah salah satu alasan mengapa kau selalu sendiri. Kau tidak pernah membiarkan seseorang tertarik kepadamu,"

"So what?" Karena aku tahu dia hanya khayalan, aku menjawabnya sambil berbisik. Siapapun akan menganggap aku sangat gila untuk duduk dan berbicara sendiri.

"Kau terlalu berharap banyak kepada orang lain. Kau menginginkan orang sepertiku datang kepadamu seperti yang kulakukan, bukan?"

Karena pria ini adalah khayalan yang kubuat sendiri oleh pikiranku, dia jelas mengetahui semua hal tentangku.

"Mengapa kau kelihatan malu untuk menjawabku? Kau takut orang lain menganggapmu gila? Kau pikir kau masih normal saat berusaha menghidupkanku?"

"Apa yang kau inginkan sekarang?" Tanyaku.

"Look at those people around you," dia menunjuk pengunjung yang datang. "Mereka datang dengan seseorang, atau setidaknya sedang menunggu seseorang. Dan kau? Apakah ada seseorang yang datang kepadamu disaat seperti ini?"

"Kau benar. Aku memang selalu sendiri dan aku merasa baik-baik saja, mengapa kau malah mempermasalahkannya?"

"Seriously? Karena aku ada di sini, maka kau benar-benar butuh bantuan seseorang. Kau tidak pernah menyadari betapa sakitnya dirimu sampai kau bisa melihatku dengan jelas seperti ini?"

"Baik. Kau menang. Mungkin aku harus menelepon seseorang untuk menemaniku disini," jawabku.

"A guy?" entah dia semacam bertanya atau memerintah.

Aku memutar otak. Siapa yang akan kutelepon? Hampir seluruh pria yang kukenal hanya fiktif. Hingga akhirnya aku memiliki petunjuk sebuah nama, akhirnya aku menjawab, "Yes, a guy," 

Oriol tersenyum puas.

"You can go now," aku mengusirnya.

Oriol akhirnya pergi meskipun aku tidak begitu memperhatikan bagaimana caranya pergi. Aku sangat yakin dia hilang begitu saja dari pandanganku.

Aku nampak senang saat seseorang kembali duduk di hadapanku dan bukan Oriol.

"I'm really glad you called me,"

Senyumannya seakan mengingatkanku bahwa cuaca begitu cerah hari ini dan matahari sangat bersahabat. Dia duduk dengan sangat nyaman di depanku.

"Oriol came here and keep nagging at me," aku mengeluh kepadanya.

"Oriol ?" Tanyanya. "Seseorang yang selalu datang disaat kau sendirian?"

Aku mengangguk.

"Aku penasaran bagaimana dia kelihatannya,"

Kau tidak akan pernah bisa melihatnya, aku jamin itu.

Friday 28 August 2015

[One Shot] The Match Made in Heaven (2 of 2)

Setelah akhirnya Tom mampu kembali menjadi dirinya lagi, kondisi nampak semakin membaik bagiku dan baginya juga. Tom menerimaku untuk terus bersamanya, bahkan dia selalu bersandar padaku. Ellie ini, Ellie itu, aku tidak pernah menyangka akan selalu dibutuhkannya seperti sekarang.

The Oil Works tetap buka seperti biasanya, namun kini aku yang harus bertanggung jawab penuh dengan urusan toko karena Tom sedang bekerja keras untuk menjadi seorang kurator. Walaupun cukup sulit, tetapi dia nampak bersemangat. Aku begitu menyetujui keputusannya menjadi kurator, dan dia nampak begitu senang.

"Tom?" Panggilku.

Dia menghampiriku yang berada di dekat gudang penyimpanan. Aku menunjuk kanvas-kanvas lukisan yang ditutup oleh sebuah kain.

"Kita butuh ruang lebih untuk menyimpan pesanan nanti, apa kau tidak bisa pindahkan lukisanmu ke suatu tempat?"

"Ah... baiklah," dia mengangkat lukisan tersebut. "Omong-omong, Ellie," dia melirikku. "Selama aku tidak ada kau tidak mencoba melihat lukisanku, kan?" Tanyanya.

"Tentu saja aku sudah lihat," jawabku, bohong.

"What did you see?"

"Some nude paintings," jawabku asal.

Tom tertawa, "It's good you haven't seen it yet,"

"Apa? Apa yang kau sembunyikan memangnya?"

"Lupakan," ujarnya sambil mengangkut lukisan tersebut.

Suatu hari Kat datang dan hanya ada aku di toko. "Halo, Ellie," sapanya. Setelah mengetahui bahwa dia adalah sepupu Tom, aku sedikit lebih ramah kepadanya. Cukup mudah berteman dengannya, bahkan dia tidak segan-segan menceritakan apapun kepadaku.

"Dia memang selalu begitu sejak dulu. Disaat orangtuanya meninggal, dia tidak mau keluar rumah sama sekali dan aku tidak tahu apa yang dilakukannya selain berdiam diri. Kakek lalu datang dan mengasuhnya, sehingga dia sangat bergantung pada kakek akhirnya,"

"Tetapi aku cukup terkejut tidak ada yang menemaninya setelah itu. Bukannya dia memiliki banyak teman?"

"Kau tidak tahu?" Kat terkejut dengan pertanyaanku. "Dia memang ramah dengan semua orang dan bisa berteman dengan mudah. Tetapi selain itu, dia tidak memiliki orang yang dia ajak berbagi bersama. Yah, dia memang tidak pernah ingin dekat dengan siapapun dan membiarkan orang lain selangkah lebih dekat dari sekedar teman. Kupikir itu karena dia trauma saat ditinggal oleh orang yang disayanginya,"

Rupanya Tom tidak sekuat yang ditunjukkannya selama ini. Aku bisa memahaminya, namun seketika aku juga ingin berusaha membantunya.

"Itulah mengapa aku pikir kau spesial, Ellie," tambah Kat. "Aku senang sekali kau bersedia berada di sampingnya setelah kepergian Kakek,"

"It's really nothing," balasku. "Aku juga senang dia dapat menerimaku berada di sampingnya,"

"What do you think of marrying him?"

[One Shot] The Match Made in Heaven (1 of 2)

The Oil Works.

Aku mengamati sebuah bangunan antik di hadapanku. Butuh waktu cukup lama untuk meyakinkan diriku sendiri agar masuk ke dalam. Ellie, kau harus ingat kalau kau butuh sebuah palet dan brush no.3.

"Welcome," ucap seseorang setelah bunyi bel otomatis menyala setelah pintu toko kubuka. "Ada yang bisa kubantu?" Tanyanya lagi.

"Aku butuh palet dan brush,"

Dia langsung mengambil sebuah palet dan tiba-tiba dia kembali menanyaiku,

"Brush yang mana, ya?"

"No. 3," jawabku, sedikit gugup.
Dia lalu menyerahkan barang-barang yang kuperlukan. Aku mengambilnya dan membayarnya. Setelah itu, aku segera pergi, namun saat aku hendak membuka pintu lagi, dia kembali menyapaku.

"Terima kasih, sampai jumpa lagi,"

Mengapa dia bisa begitu yakin kalau aku akan mampir kesini lagi?

Tidak sampai seminggu kemudian, aku berjalan ke depan toko yang sama. Kali ini aku tidak hendak membeli sesuatu, hanya saja jalur pulangku tidak sengaja melewati toko tersebut. Maksudku, sedikit menyengajakan.

Dia sedang menyapu halaman tokonya saat aku sedang berjalan di trotoar. Semakin mendekatinya, mataku semakin menunduk dan tidak mau ketahuan olehnya. Sebenarnya lokasi toko ini cukup jauh dari rumahku.

"Selamat siang," sapanya saat aku berjalan sangat dekat dengannya.

Terpaksa aku berbalik menyapanya juga.

"Karyamu sudah selesai? Kau tidak membutuhkan sesuatu lagi?"

Aku hanya tersenyum sambil berkata, "Tidak, terima kasih". Dasar canggung. Bagaimana bisa kau nampak sekaku itu, bodoh.

Dia hanya mengangguk-angguk dan melambaikan tangannya kepadaku. Kurasa ini adalah waktu perpisahan kami, sepertinya. Sebelum aku sempat berjalan lebih jauh lagi, tiba-tiba seorang wanita berlari tergesa-gesa dan memeluknya dari belakang. Bahkan aku bisa merasakan betapa terkejutnya dia dengan tingkah perempuan itu.

"Tom! Apakah kau tidak merindukanku, tampan?" Wanita itu merangkul lehernya dengan begitu akrab.

Ah... jadi namanya Tom. Berkat wanita tersebut, aku akhirnya bisa mengetahui namanya. Nama yang begitu dewasa dan terdengar bijak. Aku tidak pernah membayangkan dia pantas dengan nama itu, hanya setidaknya nama itu sedikit mencerminkan sosoknya.

Wanita itu nampak seperti kekasihnya. Aku memperhatikan secara diam-diam dan merasa panik sendiri. Wanita itu menyentuh Tom tanpa ragu namun mereka berdua nampak nyaman satu sama lain. Aku ingin sekali mendengarkan pembicaraan mereka namun karena terlalu risih aku memilih untuk pergi.

Tidak ada yang tahu bahwa aku menyukai Tom diam-diam karena memang aku tidak memiliki seseorang yang cukup dekat untuk menjadi teman curhatku. Di dunia ini hanya aku yang mengetahui perasaanku. I have to deal with it, alone. Karena ini adalah pertama kalinya untukku menyukai seseorang, aku tidak tahu apa yang harus kulakukan.

Sulit sekali mengekspresikan perasaanku terhadap Tom meski hanya dengan menulisnya dalam jurnal. Kalau tiba-tiba aku meninggal esok hari, perasaan ini tidak akan akan pernah ada yang tahu. Menyedihkan, dan sangat tragis. Meski begitu aku masih hanya menyimpan perasaan ini di dalam hatiku.

Thursday 27 August 2015

[Recommendation] Heroine Shikkaku, When You're No Longer a Heroine of Your Love Life

Hello, it's already summer and a non-stop, dry weather here. I'm wandering what should be the best choice of manga that i should recommend this time.

While working on a short story, I've just finished reading a shoujo manga, which i rarely read. Summer time is perfect for horror story, but why did i read a romance instead of a spooky one? It's because I'm short of ideas. A big part of my brain right now is full of murder, murder, and murder. Watching a lot of crime series made me like a zombie, seriously. That's why i need a fresh love story to keep me alive.

Actually there were 3 choices of manga that i madly wanted to recommend here, they are Kimi ni Todoke, Ao Haru Ride, and Heroine Shikkaku. But after knowing that Heroine Shikkaku is going to release the live action movie, i chose it.

So, let's straight to the review (not really). Here is the cover of the manga:


And this is the synopsis of Heroine Shikkaku based on MangaFox, the almighty websites for a manga lover like me:

"This could be any girl. Imagine being a heroine of a love story. Hatori also believed that one day she would get married to her childhood friend, Rita.
But that's not how the world works! This is a hilarious comedy that honestly paints a painful unrequited love story of this young girl!
"

This manga contained only 10 volumes, that's why i really enjoyed reading it. Shortly, this is a worthy manga for every girl that craves a light romanticism. Hatori is like any common girl in real world, and Rita is not as perfect as it should be in manga. In my country, Rita is a girl name and i'm still not used to it. I should say that the plot of every chapter is unusual, not too mainstream, and hard to guess. BUT (i'm adding an exception here), the ending is really weird. I thought the author is not properly preparing the ending really well and sooo mainstream.

Oh, yes, my post about the third man is refer to this manga, Hiromitsu-kun. Ugh, i really loved him than Rita, and maybe that's why i'm not satisfied with the ending. The author showed how much he/she loved Hiromitsu character than the actual lead, it is shown from the appearance between Hiromitsu and Rita. It's really perfect when Hatori dated Hiromitsu, how much they loved each other, how Hiromitsu was drawn as a good boyfriend and such a match to Hatori. Suddenly, the author reminded us who the actual lead is, and it's really... 

How could i say it?

Big no no. Rita is no better than Hiromitsu, IN EVERY WAY.

Okay. Stop with the unsatisfying thing. I'm really bad at recommending, right?

The amusing part of this manga is how the author created Hatori as hillarious as a girl could. Not a dumb one, but totally funny. She is also drawn in a funny face whenever she did a comical thing. And the other point is, anyone would easily agreed with her. It is like her mind is similar to us, and you will nod to her way of thinking. And i'm satisfied with the drawing. Sooo... hillarious. 

I will give this manga 4.3 out of 5. The remained 0.7 points is for the unsatisfying ending, and besides that, it's perfect!

One more. I had told how much i side on Hiromitsu-kun, right? I just watched the trailer of the movie and disappointed on how they choose that cutesy actor rather than a cool and lively look. I didn't give a high hope for the movie after seeing a lot of live action movies (Attack on Titan is the worst of all), but i will watch it after all.

So... Before the movie is released, why don't you try reading it? You've been thinking of being a heroine for your own love life, right? Has it already came true? If not, maybe you should see this story that may be related with your own problem^^

GBye!!!

Thursday 20 August 2015

Intermezzo: A Letter To You, Dear You

I hate this situation the most.

When you saw a bad-boy-becoming-good-one starting to like a girl whole-heartedly,

Then that girl liked another good-boy-but-cruel that always ignored her feelings,

And you know exactly there will be no way it would end up as you wished.

I believe this is not the first time for me falling in love with the supporting character, the third man. Come on, they always appeared as an attractive hot looking guy, how can i not love them? Besides, they were bad at first, and became a total badass at the end.

I'm taking a break from reading a manga that i know i would hate the ending. I'm not ready to be heart-broken, seeing him smile (maybe) or even showing a plain face to me. Please God, this may be a ridiculous prayer but i'm still hoping the ending would change. To cheer you up, here is my letter to you,

Dear you, 
The third man of the story.

I know your life has never been happier before you meet her, and i also know you always crave for that happiness. You felt love like you've never experienced before, yet you let your heart be broken because of a shallow love. You tasted  a bitter life, and yes, you deserved to be a heroine for your own. 

Please believe that you'd get a better, happier, bigger, and a grateful love someday. There must be someone out there trying to reach you here. She will make you happier and never let tears fall from you. You have to believe it because you deserve it.

Knowing how much you've changed make my heart ache. You were such a bad boy the first time i met you, and she finally changed the way you were. You're still in a long way to become a man, a best man that you will ever be. Yes, i know. You ever wondered why she didn't see the great in you, right? It's okay, everything will get better, i assure you.

Don't. Don't ever cry over her like that. Just send her off with smile and keep your head straight. You're good enough to not be spoiled by her. She may be an antique one, but you must let her go. At least, do this for me, the one that will cheer you from afar. 

Promise me that your life is going to be better than before. Promise me that you will always fill your life with your own smile. And, promise me that you will find love, the real one.

Goodbye, 
Dear you, a fictional crush of my unreal life.