Friday 17 September 2021

[Continuous] Ceaseless Flame Part 2

This can't be.... She's leaving again??

Aku duduk terdiam di dalam mobil. Berkali-kali aku meneleponnya, tidak ada yang mengangkat. Aku sangat tahu kalau dia sengaja melakukannya.

Sebenarnya apa yang ayahku bicarakan dengan Ellin sampai membuatnya terus-terusan seperti ini?

"Are you happy now?"

William Maier, ayahku, dia menjawab panggilanku tidak lebih setelah 3 dering. Si orang sibuk ini seperti sudah menanti panggilan dariku.

"Is this about that woman?"

"What did you say to her? I clearly warned you not to lay a finger on her!"

"I didn't. We just talked. She's leaving, isn't she? Well, it is her own decision then," nadanya sangat tenang namun aku mendengar sebuah arogansi dan kepuasan dari cara bicaranya. Sesuatu pasti terjadi!

"No,  you threatened her. What was it?"

"Just confirmed some trivial things. Rather than talking about her, why don't you come here to attend the meeting?" 

F*ck him. Di situasi seperti ini siapa yang bernafsu untuk memikirkan masalah perusahaan?

"Father..." Aku tidak bisa menahan betapa geramnya diriku saat ini.

"I always obey you all the time. But for this time, after you rob my freedom all the time, can't you let me live my own life? When will you stop torturing me like this?"

Rasanya selama puluhan tahun hidup, nafasku digenggam kencang olehnya. Apakah aku mengharapkan kalau dia segera pergi dari dunia ini? Tentu saja berkali-kali namun si tua ini seperti diberkati oleh umur panjang. Berkali-kali lolos dari berbagai penyakit dan kecelakaan, seakan mampu melangkahi kematian.

"It doesn't matter anymore what you do, she's still leaving,"

Sesuatu di dalam diriku ingin meledakkan diri dan melempar pukulan ke arahnya. Beruntung jarak kami berjauhan. Dan aku teringat bagaimana aku harus mempertahankan apa yang kupunya dan menjadi yang lebih hebat lagi dari sebelumnya.

"I'll come to office,"

William, dari kejauhan sini, aku bisa merasakan kepuasan dari nada bicaranya, "Good,"

Setelah menutup telepon, aku melihat tidak ada balasan dari Ellin sama sekali. Meneleponnya pun sia-sia. Dia memblokir nomorku. 

Sekitar 3 jam kemudian aku kembali ke kantor. William adalah orang pertama yang kudatangi sebelum ruang kerjaku. Dia sedang bersama sekretarisnya dan langsung menghentikan diskusi saat melihatku masuk.

"We can ask Zachary for help,"  ucapku sambil duduk.

"Really? How so?"

"Sell the Maier logistics, he is interested for buying it,"

Wajah William mulai serius. Dia tidak pernah berpikir sebelumnya, bukan? Maier butuh dana serius, menjual perusahaan lama yang sudah tidak terlalu menguntungkan adalah opsi yang baik.

Zachary adalah sahabat lamaku, salah satu pengusaha yang sangat andal. Kemampuan manajerialnya tidak perlu diragukan dan lagipula, dia sudah berkali-kali menunjukkan keseriusannya untuk membeli perusahaan distribusi Maier.

"That logistic company is burning a large amount of operational cost with only small return. They need a major breakthrough also. It is time to let go. Let us be the sole investor of this mega project,"

"Okay, but you still have to resolve with Dana,"

Aku memperhatikan sekretarisnya yang masih berdiri di samping William setiap saat. Walaupun matanya tidak menatapku, aku yakin dia menyimak pembicaraan kami.

"Will you please get out first?" tanyaku, kepada Ben, sekretaris William.

Dia setuju dan hendak pergi, sebelum akhirnya William menolak dan menahan keberadaannya.

"It's not like you treated your marriage life as a personal matter. You can stay," ujar William kepada Ben.

Di sisi lain, dia hanya ingin menunjukkan bahwa otoritasnya di perusahaan ini tidak pernah bergeming dan semua bertindak atas perintahnya.

Aku tidak percaya dia masih membahas ini. "It's already over, why should I do that?"

"His father is an old friend of mine. Moreover, we still need to join forces with Osborn's,"

"I already signed the divorce paper, my mind is absolute," balasku. "Father, as long as I manage this well, why should we still rely on the Osborn's? Are we that powerless in your perception?"

Dia hanya diam dan bersandar. Sesuatu jelas ditutupi olehnya. 

"Do you want to know what was that girl telling me?"

Jantungku berdegup saat mendengar nama Ellin dari mulutnya. Namun tentu saja aku tidak akan menunjukkan kegugupanku. Dengan tenang aku meliriknya dan menunggu.

"She wanted you just because of your wealth and your looks, she is that one leech without any remarkable beauty. You can find any woman like her everywhere,"

Aku tersenyum mendengarnya. William tidak menyangka akan reaksiku, "She pretty well told the same to me also,"

"Then she's not worthy at all, you will not reap any benefit from her,"

"Even if I was sucked dry by her, no matter what kind of leech she is, as long as I have everything what she wants, then it is fine,"

Tentu saja William geram, mungkin dia berpikir bagaimana bisa anaknya bisa sebodoh ini untuk urusan perempuan. Tetapi akupun tidak berniat untuk mengubah persepsinya terhadap Ellin. Di usia yang hampir menjelang setengah abad, mengapa aku masih memerlukan persetujuan pria tua ini?

"If you still insist, then let's see if she still wants you if you are no longer Maier's heir,"

Aku masih tersenyum dan menutupi reaksiku. "Very well, let's see if you have any better option than I suggest,"

William tersenyum getir. Mungkin dia masih merasa dirinya pebisnis handal, masih memiliki semangat menggebu untuk menopang ambisinya yang luar biasa dan menyokong ego besarnya. Tetapi kondisinya sekarang ini tentu saja sulit untuk tidak berpihak kepadaku. Dia tidak memiliki orang yang bisa dipercaya selain aku. Dia tentu saja membutuhkanku.

Dia tertawa, yang berarti dia mengakui kekalahannya.

"You never once feel defeated, I guessed I taught you well,"

"I only have no fear of losing anymore since I never win against you," aku tersenyum.

Dia mungkin menyadari bahwa selama ini aku selalu membencinya, tetapi di sisi lain, aku sadar bahwa apa yang terjadi kepadaku adalah pembentukannya. Aku tidak pernah takut akan apapun karena aku tahu tidak ada yang lebih menakutkan dibandingkan pria tua ini, this manipulative and cold-blooded evil that is appeared to be my own father. 

"Fine, you're Maier after all," dia tertawa penuh dengan kebanggaan.

*****