Saturday 28 November 2015

[One Shot] A Piece of an Introvert's Diary

Kupikir pada awalnya, tidak ada yang mengerti jalan pikiranku. Ya, mereka semua tidak tahu.

Kalaupun ada seseorang yang berkata memahamiku, mereka tidak tahu apa artinya itu. Bagaimana semua ini bagiku, bagaimana aku melihat semua dalam persepsiku sendiri.

Terkadang aku merasa peperangan ini seperti aku melawan seluruh dunia. Dicari ke ujung bagian manapun, tidak ada yang bisa bersekutu denganku.

Aku bertahan pada sebuah pijakan batu kecil dan menopang diriku sendiri. Selagi mereka semua berjalan dan bergerak, aku diam tak bersuara. Hanya bayanganku yang mengekori gerakan mereka. 

Perlahan, beberapa menghampiriku dan bertanya-tanya. Tembok besar menghadang mereka dan jawabanku selalu sama.

Diam. Tertawa palsu dan kembali diam. Mengalihkan pembicaraan kalau memang dibutuhkan. Karena semua orang suka membicarakan diri sendiri, maka berikan pertanyaan mengenai kehidupan dan masalah mereka.

Tembok itu tidak akan runtuh. Untuk sekian lamanya, tembok itu kokoh berdiri melindungiku. Pijakanku masih berada pada tempatnya. Aku, sekali lagi akan selamat dari arus mereka.


The Tendency as an Aries person

I read an article when I was in middle high school. It said what kind of stories that someone should make based on their horoscope.

I am Aries and it's written that I should be more focus on short stories, because we tend to easily get bored with one idea.

And years later, I could agree with that. I tried myself to create a long-term project but it always stuck in the middle. I might have tons of incomplete titles, with a lot of revisions and still haven't completed yet.

But when I made a short stories, I kinda feel enjoyed. It didn't really need a long time to finished it while I was getting busy with another idea.

I'm only saying that the article is right. Whoever the author of that article, he did a great analysis and I could related to it.

And I actually had a long story on hold. It's really hard to me to get in a right mood for one title and... Yeah, it hasn't been completed. I'm a little confused about the ending. Maybe it won't get published anyway.

Ah... I'm terribly sorry...



Friday 27 November 2015

[One Shot] Life in a Scattered Puzzle

Wesley melingkarkan sebuah scarf ke leherku untuk menghalangi udara dingin yang luar biasa menusuk hingga ke tulang. Aku memperhatikan pria ini dan tiba-tiba tersenyum. Dia menyadarinya dan bertanya, dan aku menjawab tidak ada apa-apa.

Wesley, apakah kau benar-benar menyukaiku? Sangat menyukaiku sampai kau rela menyerahkan scarf milikmu dan menahan udara dingin ini agar aku tetap hangat? Apakah perhatianmu kepadaku yang berlebihan selama ini adalah bentuk perasaanmu? Wesley, bagaimana kalau aku berkata kepadamu,

Aku tidak bisa menyukaimu sebesar kau kepadaku.

Wesley membawaku ke sebuah tea saloon. Dia tahu kalau aku tidak menyukai kopi meski dia adalah penikmat berat kopi. Terkadang aku berkata kepadanya kalau tidak masalah kami mendatangi coffeeshop, namun Wesley menolak. Dia juga hendak mengurangi konsumsi kopi, menurutnya.

Apakah kau tidak tahu semakin sering kau memaksa dirimu untuk menyesuaikan denganku, semakin berat beban ini harus kupikul?

Dia memesankan darjeeling tea untuk kami berdua. Aku memperhatikan caranya meminum teh. "You're not supposed to put a lot of sugar in your tea," ucapku.

Dia menatapku. "It's plain," dia mengecap teh tersebut, "And a little bit bitter,"

"But it's less bitter than coffee," aku hampir tertawa.

"Ya, dan aromanya juga sangat menarik," aku senang Wesley nampak menikmati tehnya.

Aku dan Wesley menikmati udara dingin di luar sambil menghangatkan diri dengan secangkir teh. Kami membicarakan banyak hal dan memikirkan banyak hal juga.

"Kalau kita menikah nanti, kau ingin tinggal dimana?"

Aku terkejut namun mencoba menutupinya. Menikah dengan Wesley tidak pernah menjadi keinginanku, meski Wesley adalah pria terbaik yang pernah kutemui. Walaupun dia merasa cocok satu sama lain, aku tidak berpikir demikian.

"Aku suka sekali daerah pegunungan seperti ini," ucapku sambil memperhatikan pemandangan di luar.

"Apakah aku sudah harus menginvestasikan sebuah rumah disini?"

Aku meliriknya. "Tetapi tempat ini sangat jauh dari kantormu," dan jauh dari perkotaan.

"Ah, begitu ya? Lalu bagaimana?"

Pertanyaan ini mengarah ke hal-hal yang sangat kuhindari. Aku tidak ingin memberi harapan palsu kepadanya. Tetapi aku juga tidak memiliki jawaban dari pertanyaannya.

"Let's not think about it and focus on our present," elakku.

Wesley nampak kecewa. Sepertinya dia mulai merasakan bahwa aku tidak melihat masa depan bersamanya. Ya, kalau dia berpikir seperti itu, dia benar. Sayangnya dia tidak pernah menanyakannya kepadaku.

"Good night," ucap Wesley setelah mengantarkanku ke depan pintu studio milikku.

"Good night," balasku.

Dia mengecup dahiku dan melambaikan tangannya kepadaku selagi berjalan pulang. Aku membalasnya dengan sebuah senyuman kecil sampai dia tidak terlihat lagi dari penglihatanku.

Setelah selesai mandi dan bersiap tidur, seseorang mengetuk pintuku. Kupikir orang itu adalah Wesley. Dia sering melakukannya dan berkata bahwa dia sudah merindukanku meski baru beberapa menit berlalu.

Tetapi siapa yang kutemui di hadapanku kali ini bukanlah Wesley. Seseorang yang tidak pernah kuharapkan untuk datang kini berada tidak lebih dari 30 cm di depanku.

Dengan wajah sendunya dia langsung memelukku tanpa izin. Di pelukanku, dia menangis dan tubuhnya gemetaran. Aku mulai mengerti apa yang terjadi kepadanya.

Berapa kali kau harus mengalami patah hati?

Saat duduk di sofa, dia mulai menceritakan masalahnya. Benar saja dugaanku. Dia baru saja putus dengan seorang wanita yang kuingat bernama Claire. Setidaknya hubungannya kali ini sudah berjalan lebih lama dibandingkan sebelumnya. Namun semakin lama hubungan mereka, semakin lama pula curhatannya.

Katakan kepadaku, berapa lama lagi kau ingin terpuruk seperti ini dan tidak pernah melihat keberadaanku di sisimu?

Thursday 19 November 2015

[Muse] Yearning

#np 박효신 - 동경



Aku tidak sengaja mendengarkan lagu dari iPod-ku. Tiba-tiba saja sebuah lagu terlintas dari benakku. Sebuah lagu lama yang hampir terlupakan olehku. Ketika lagu ini dimainkan, aku langsung mengingatmu. Mungkin, ini adalah satu-satunya yang dapat mengungkapkan kondisiku selama ini hingga sekarang.

우린 서로 너무도 다른 세상에 살아왔죠
Kau dan aku hidup di dua dunia yang sangat berbeda,

한번 스쳐 지났을 뿐
Kita hanya berpapasan sekali,

그 후로 난 멀리서 이렇게 기다려왔죠
Kemudian, aku menantimu seperti ini dari kejauhan,

언젠가는 내 헛된 꿈이 혹 이뤄질까
Kapankah mimpiku menjadi kenyataan?

날 기억이나 할까요
Apakah kau masih mengingatku?

내 이름조차 생각이나 날까요
Mungkinkah kau masih mengingat namaku?

누군가 매일 그대를 위해 늘 기도해온 걸 알까요
Akankah kau tahu bahwa seseorang selalu mendoakanmu setiap hari?

그대가 난 부럽죠
Aku iri kepadamu,

나 같은 사람 너무나 흔하겠죠
Seseorang sepertiku mungkin tidak istimewa,

혹시나 그대 알고 있나요
Mungkin kau sudah tahu,

얼마나 행복한 사람인지
Betapa bahagianya kau,

아껴왔던 내 맘이 흔하게 묻혀질까봐
Kupikir perasaanku kepadamu ini akan terkubur seperti tidak ada yang istimewa,

단 한번도 편지조차 못했는데
Sehingga aku tidak pernah mengirimimu surat,

날 기억이나 할까요
Akankah kau mengingatku?

내 이름조차 생각이나 날까요
Akankah kau mengingat namaku?

그대는 이미 누군가에게 큰 의미라는 걸 알까요
Apakah kau tahu bahwa kau sangat berarti bagi seseorang?

그대를 사랑해요
Aku mencintaimu,

나도 모르게 이렇게 돼 버렸죠
Aku menjadi seperti ini tanpa kusadari,

혹시나 그대 알고 있나요
Mungkin kau sudah tahu,

그 날 이후로 지금까지
Bahwa setelah hari itu,

매일 그대의 곁에서
Aku terus berada di dekatmu,

맴돌았다는 걸 그대를 지켜왔었다는 걸
Dan mengawasimu,

날 사랑하면 안돼요?
Tidak bisakah kau mencintaiku?

단 하루라도 그럴 수는 없나요?
Tidak bisakah walau hanya sehari saja?


허튼 생각이란 거 알지만
Aku tahu ini hanyalah pemikiran sia-sia, namun,

한번은 말하고 싶었죠
Aku ingin sekali menanyakanmu sekali saja,

사랑해도 되나요?
Dapatkah aku mencintaimu?

혼자서라도 사랑하면 안돼요?
Tidak bisakah aku mencintaimu sendiri meskipun kau tidak mencintaiku?

허튼생각이란거 알지만
Aku tahu ini hanyalah pemikiran sia-sia, namun,

한번은 말하고 싶었죠
Aku ingin mengucapkannya sekali saja,


그대를 사랑해요..
Bahwa aku mencintaimu...


Setelah lagu tersebut selesai, aku ragu. Apakah aku harus memutarnya lagi? Kedua kalinya lagu ini kudengarkan akan menjadi awal dari kali ketiga, dan selanjutnya. Aku akan berakhir mengulangi lagu tersebut hingga aku tertidur pulas. Oh, mungkin sebelum tertidur aku akan mengingatmu lebih dahulu. Kemudian hanya menunggu sebentar saja sampai akhirnya emosiku mulai terbawa.

Mengingatmu dan membayangkanmu, mengapa kau harus mengisi malamku kali ini?

Airmata yang sudah terlanjur menetes terasa sia-sia. Sudah berkali-kali kukatakan kepada diriku sendiri kalau semua ini hanya membuang waktu saja. Aku ingin menyalahkan lagu ini yang masih saja berada di music library, namun sekali lagi, tidak ada gunanya.

Kau,

Ah...

Buat apa aku memanggilmu, bahkan kau saja tidak mungkin teringat kepadaku.

-the end-