"What's up, hon?" Jared mengangkat teleponku meski sudah hampir pukul 2 dini hari. Dari suaranya, aku sangat yakin dia sudah tertidur.
"Kau sudah tidur? Aku mengganggumu ya?"
"Nope, I'm awake now, talk to me," suaranya yang terus menguap membuatku merasa bersalah.
"I can't sleep, Jared,"
"What's going on? Should I come to you?"
Aku tidak tahu harus menjelaskan apa kepada Jared. Pikiranku cukup kacau. Pertanyaan Daniel membuatku tidak dapat beristirahat. Saat aku memintanya untuk menemaniku malam ini, Jared langsung menutup telepon dan berjanji akan datang secepat mungkin.
Jared mengetuk pintu dan aku melihatnya masih memakai piyama. Dia langsung memelukku dan bertanya ada apa denganku. Aku hanya terdiam. Pria ini benar-benar datang dan aku masih tidak percaya.
"It's good tomorrow is weekend," ucap Jared. Dia membawaku ke dalam kamar dan menyuruhku berbaring.
"Talk to me. You seem worried,"
Aku menggeleng. Instead, aku memintanya untuk memelukku. Something's up but I can't talk to him. Jared tidak berbicara lagi, mungkin dia juga sangat mengantuk sampai akhirnya beberapa menit kemudian dia tidak bergerak sama sekali.
Aku masih mencoba menutup mata dan melupakan semua masalah. Sampai aku merasa sangat lelah, aku terlelap di pelukan Jared tanpa bermimpi.
*****
"Perfect!" ujar Jared.
Aku memakai sebuah flower dress dengan dasar hitam dan sedikit lace di bagian lengan. Jared sangat memuji penampilanku. Awalnya aku merasa pakaianku sedikit overdressed untuk pergi ke sebuah konser, namun melihat reaksi Jared, aku menjadi senang dan percaya diri.
Kami mendapat kursi di bagian tengah, mungkin ada sekitar 50 baris dari depan, itupun karena kategori yang dibeli Jared adalah VVIP yang otomatis berada paling depan. Kalau saja aku yang bersemangat menonton konser ini, pilihannya adalah pergi atau menjual tiketnya saja. Tetapi karena semua ini keinginan Jared, aku tidak mempermasalahkannya.
Konser band Internasional ini memang sangat berbeda dengan band Indie yang biasanya kudatangi. Mulai dari venue hingga teknologi yang dipakai membuatku cukup tercengang. Entah sudah berapa tahun berlalu sejak aku tidak lagi mendatangi berbagai macam konser, tetapi ini adalah konser termegah yang pernah kudatangi.
Sebelum konser dimulai, beberapa security guard dengan pakaian serba hitam mendatangi kursiku.
"I am sorry, Ma'am. We need you to come with us because of safety reason,"
Ucap salah satu pria yang tingginya melebihi Jared dan bahkan lebih besar. Jared melirikku dan aku juga meliriknya dengan arti yang sama, tidak tahu apa-apa.
"Is there any problem?" Jared yang berbicara.
"We can't explain it to you, but please come, Ma'am," somehow, aku merasa Daniel di balik semua ini.
Karena beberapa penonton di samping kami nampak terganggu sekaligus penasaran apa yang terjadi, aku cepat-cepat mengikuti para security guard. "I will contact you later," ucapku kepada Jared.
Dan benar saja. Pria-pria berbadan besar ini membawaku ke bagian backstage. Di balik pintu yang bertuliskan VIP Room, aku melihat Daniel sendirian duduk di sofa.
"That's not funny," ucapku.
Alih-alih menjawabku, dia malah langsung memelukku. "You finally came,"
"I came because of Jared," jawabku sambil melepas pelukannya.
"Can you stop calling his name?" wajahnya nampak kesal.
"But, he's my boyfriend," jawabku.
"But you're not really in love with him," aku terdiam mendengarnya. "You haven't answered me yet, me or him?"
Aku berjalan menuju pintu namun langkah Daniel lebih cepat dariku. Dia menghadang pintu hingga tidak ada tempat untuk menghindar lagi.
"Kalau kau tidak bisa menjawabku, you better break up with him,"
Daniel menarikku menjauh dari pintu. "Semakin lama kau menahannya, kau hanya semakin menyakitinya,"
Tanganku tidak berusaha mengelak saat Daniel memegangnya erat. He has a point.
"Then you better go back to London," ucapku. "Semuanya baik-baik saja sebelum kau kembali,"
"Ashley," dia nampak lelah bahkan sebelum konser dimulai. "Tidak ada gunanya kau bersikeras seperti ini. Kumohon kalau kau masih perlu waktu untuk memutuskan Jared, katakan saja. Don't push me away like this,"
"Harus berapa kali kubilang kalau aku tidak akan memutuskan Jared?"
"So you choose him? Is that what you want?"
Aku tidak menjawabnya. Semakin melihat ke dalam matanya, aku semakin ragu.
"It's good then. Kau sudah benar-benar yakin dengannya. Kalau begitu aku bisa tenang meninggalkanmu," senyumannya membuat perasaan aneh tumbuh namun aku tidak tahu apa itu.
"Kau benar-benar akan kembali?" suaraku lirih dan terdengar ragu untuk bertanya.
"I have no reason to stay here anymore," entah mengapa tangannya membuatku ingin menggapai dan menggenggam erat.
Bagaimanapun juga, dia adalah salah satu sahabat, kakak, sekaligus orang yang paling kusayang selama ini.
"You have me, Taylor, and Aubrey here,"
"Don't be ridiculous. Kalau aku tetap disini maka kau akan menganggapku sebagai apa, your brother again?"
"Kau masih harus bersiap untuk konser, Daniel," maksudnya, aku memintanya untuk tetap tenang.
"Aku ingin menghargai keputusanmu, Ashley. Tidak masalah kalau pada akhirnya kau tidak memilihku, but you can't have me hanging around you anymore,"
Seseorang mengetuk pintu dan memanggil Daniel untuk bersiap-siap. Daniel mengajakku untuk menonton konsernya dari belakang stage. Aku memintanya untuk membiarkanku kembali ke tempat dudukku namun dia menolak. Mungkin untuk terakhir kali, aku menuruti keinginannya.
Melihat venue konser dari balik stage membuatku terkesima. Terlebih lagi saat aku melihat sekecil apa Jared dari atas sini.
"How did you recognize me among the crowd?"
Daniel yang dikelilingi para kru melirikku.
"I always know where you are, Ash," jawabnya, sok cool.
"Jared is your fan, fyi,"
"That doesn't mean anything for me,"
Aku ingin mencubitnya namun karena begitu banyak kru yang sibuk mengurusinya, aku menahan diri.
"Maksudku, itu artinya band-mu benar-benar hebat. Dia bukan tipe yang senang mendengarkan macam-macam musik. Bisa dibilang seleranya cukup tinggi, bahkan dia tidak tertarik dengan New Era sama sekali,". Setelah mengetahui Jared menyukai Vocation, aku sering mengenalkan lagu-lagu New Era kepadanya, namun tidak mempan.
"The truth is, I never listened to your songs anymore,"
Sebelum berbicara, Daniel tersenyum kecil. "Because you'd miss me?"
He knew.
"Good luck up there,"
Akhirnya Daniel berjalan menuju stage. Riuh penonton terdengar seperti menggelegar. Setelah konser dimulai, beberapa kru nampak sibuk dan salah seorang stylist dengan nama Kate berdasarkan access card yang menggantungnya melihatku terus.
"I thought Daniel was a gay," ucapnya kepadaku. "He was never interested in women as long as I worked for him,"
Aku hanya tersenyum-senyum tidak tahu harus membalas apa.
"Aku sudah tahu kau pasti adalah muse-nya kali pertama melihatmu," ucapnya. "Dia belum pernah mengamati bangku penonton sejak open gate sampai mengundang siapapun ke backstage. You must be his VIP, right?"
Stylist tersebut mengajakku berjalan untuk mengobrol lebih lama selagi dia mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
"Apa tidak apa-apa aku disini sampai selesai?"
Kate melirikku dan tertawa. "Tidak ada yang berani mengusirmu, tenang saja," dia menarikku untuk pergi ke waiting room kembali untuk mengambil sesuatu.
Dari kejauhan aku melihat Brian yang sedang dihadang oleh beberapa security. Ya, Brian dari New Era. Dia nampak ingin masuk namun ditahan karena tidak ada izin.
"Brian?" Aku menghampirinya. "He's with me," ucapku kepada security tersebut yang akhirnya mempersilahkan Brian untuk melewati mereka.
"Hey, how are you?" Aku yakin Brian tidak mengingat namaku. Bertahun-tahun aku tidak melihatnya, kini Brian semakin gagah bahkan sudah seperti model celana dalam yang seksi dan berkelas.
"Kau ingin menemui Daniel?"
"Tentu saja. That dude literally forgot me,"
Aku menatap Brian seperti sedang nostalgia ke masa-masa dahulu. "You can wait him in his room or with me at backstage,"
Brian akhirnya memilih untuk berdiri bersamaku di backstage sambil menunggu waktunya guest act sekaligus waktu istirahat Daniel.
Saat Daniel turun dari stage, dia mendapati Brian dan langsung memberinya pelukan hangat.
"Kau benar-benar keterlaluan. Kalau tidak ada pacarmu ini aku hampir dibuat malu di depan security,"
Err, I'm not his girlfriend by the way.
Daniel hanya melirikku namun tidak menganulirnya. "Yang penting kau sudah disini, kan? Bagaimana kalau setelah ini kau ikut denganku?"
Brian hanya tertawa. "Sure,"
"Kau mau ikut juga?" Tanya Daniel kepadaku.
Me? No way. Aku menolak dengan keras.
"You want to announce your marriage, huh?"
"If I do, the management would freak out," Daniel menanggapi candaan Brian.
Setelah Daniel disuruh kembali ke stage, dia mengajak Brian dan langsung memperkenalkan sahabat lamanya itu. Selanjutnya mereka berdua sepakat untuk berduet dengan lagu dari Vocation. Dari sekian banyak lagu yang telah dinyanyikan, semuanya adalah lagu-lagu baru dan tidak ada yang bisa kukenali.
Suasana di backstage sedikit ramai. Banyak orang yang lalu lalang bahkan membuatku harus sembunyi di balik platform tinggi. Saat beberapa kru berlarian membawa kardus-kardus besar, salah satu dari mereka tidak sengaja menabrak platform dan mengguncang bagian atasnya. Tiba-tiba saja aku mendengar seperti besi berjatuhan dan suara ramai di dekatku.
Ah, rupanya beberapa kaleng besi yang untungnya kosong menimpa tubuhku. Pantas saja kepalaku pusing dan seluruh tubuhku seperti mati rasa. Berkali-kali aku berkata tidak apa-apa kepada kru lainnya, namun akhirnya aku pingsan dan tidak mendengar apapun lagi.
*****
Saat terbangun, aku melihat jam yang menempel di dinding. Sudah sekitar 5 jam rupanya sejak aku pingsan dan terbaring dengan pakaian rumah sakit. Aku merasakan sakit yang luar biasa di bagian bahu dan punggung, mungkin karena kaleng besi itu menghantam keras bagian tersebut.
Setelah menyadari lingkungan sekitar, aku melihat Jared duduk di sampingku dengan pandangan khawatir. Oh, syukurlah aku tidak mengalami amnesia seperti di film dan novel-novel biasanya. Aku masih ingat jelas nama dan orang-orang yang kukenal.
"Are you okay?" ucap Jared. Dia kelihatan sangat khawatir.
Aku mencoba berbicara dan rupanya masih bisa. "Yeah..." Syukurlah, sepertinya kecelakaan kali ini tidak terlalu parah.
"Don't move. Almost all your upper body are dislocated,"
"Is it bad?" tanyaku sambil meringis saat mencoba bergerak.
"Don't worry you seem still pretty, at least for me," dia bercanda, ya?
Seseorang membuka pintu dengan terburu-buru. Setelah saling bertatapan dengan Jared, dia langsung fokus menatapku. Ya, Daniel. Masih dengan baju yang dipakai saat konser, dia datang dengan wajah yang tidak kalah cemasnya.
"I've just taken care the administration process," ucapnya sambil berdiri di sampingku.
Tentu saja Jared terkejut melihat orang yang baru saja ditontonnya datang di hadapan dia sendiri. Matanya meliriku dan Daniel. Dia meminta penjelasan. "You knew him?" tanya Jared.
"Hi, I'm Daniel," dia berinisiatif mengenalkan diri. "And you're Jared, right? Friend of Ashley?"
"Boyfriend, actually," Daniel bahkan sedikit terkejut saat Jared menganulir statusnya sendiri.
"Jared, this is Daniel, he is... my friend," aku bingung menjelaskan apa kepada Jared. "And Daniel, this is Jared, my boyfriend," kali ini suaraku tegas.
Daniel melihatku. Dia seperti kesal namun aku melihat ada sebuah plot yang ingin dimainkannya. Aku balas melihatnya dengan mengancam untuk tidak bertindak apapun.
"How did this happen to you?" tanya Jared.
"This was my fault, and I am responsible for all this,"
Saat Jared melirik Daniel, aku melihat bahwa his jealousy mode is on. "And how did you involve with this?" I need explanation, maksudnya.
"Dia bersamaku saat di backstage dan salah satu kru tidak sengaja menjatuhkan kaleng bekas yang berada di area platform dan Ashley berada tepat di bawahnya,"
"Daniel, please," aku menyuruhnya pergi keluar. Penjelasannya membuat persepsi yang salah kepada Jared. Awalnya dia menolak untuk pergi, namun akhirnya dia mengalah juga. Setelah hanya ada aku dan Jared berdua, dia mulai berbicara.
"I'm started to dislike him," ucapnya. Oh, you should.
"I'm so sorry to let you watch the concert alone," aku merasa bersalah kepadanya. "But please, don't ask about what just happened again,"
Jared setuju. "Jadi kau sudah mengenalnya sejak lama?" dia nampak kesal saat tahu kenyataannya.
Aku mengangguk. "He is an old friend, the oldest that I had,"
"Wait," ucapnya. "Don't tell me that you're Ashley as in 'Letter to Ashley' song?"
Apa maksudnya?
"You must not be the Ashley, am I right?"
What Ashley?
Berkali-kali aku mencoba memahami pertanyaan Jared, aku semakin bingung. Namun firasatku mengatakan hal ini tidak akan bagus. Dari raut wajahnya, aku melihat bahwa dia kelihatan panik dan terkejut bukan main.
-tbc
"Then you better go back to London," ucapku. "Semuanya baik-baik saja sebelum kau kembali,"
"Ashley," dia nampak lelah bahkan sebelum konser dimulai. "Tidak ada gunanya kau bersikeras seperti ini. Kumohon kalau kau masih perlu waktu untuk memutuskan Jared, katakan saja. Don't push me away like this,"
"Harus berapa kali kubilang kalau aku tidak akan memutuskan Jared?"
"So you choose him? Is that what you want?"
Aku tidak menjawabnya. Semakin melihat ke dalam matanya, aku semakin ragu.
"It's good then. Kau sudah benar-benar yakin dengannya. Kalau begitu aku bisa tenang meninggalkanmu," senyumannya membuat perasaan aneh tumbuh namun aku tidak tahu apa itu.
"Kau benar-benar akan kembali?" suaraku lirih dan terdengar ragu untuk bertanya.
"I have no reason to stay here anymore," entah mengapa tangannya membuatku ingin menggapai dan menggenggam erat.
Bagaimanapun juga, dia adalah salah satu sahabat, kakak, sekaligus orang yang paling kusayang selama ini.
"You have me, Taylor, and Aubrey here,"
"Don't be ridiculous. Kalau aku tetap disini maka kau akan menganggapku sebagai apa, your brother again?"
"Kau masih harus bersiap untuk konser, Daniel," maksudnya, aku memintanya untuk tetap tenang.
"Aku ingin menghargai keputusanmu, Ashley. Tidak masalah kalau pada akhirnya kau tidak memilihku, but you can't have me hanging around you anymore,"
Seseorang mengetuk pintu dan memanggil Daniel untuk bersiap-siap. Daniel mengajakku untuk menonton konsernya dari belakang stage. Aku memintanya untuk membiarkanku kembali ke tempat dudukku namun dia menolak. Mungkin untuk terakhir kali, aku menuruti keinginannya.
Melihat venue konser dari balik stage membuatku terkesima. Terlebih lagi saat aku melihat sekecil apa Jared dari atas sini.
"How did you recognize me among the crowd?"
Daniel yang dikelilingi para kru melirikku.
"I always know where you are, Ash," jawabnya, sok cool.
"Jared is your fan, fyi,"
"That doesn't mean anything for me,"
Aku ingin mencubitnya namun karena begitu banyak kru yang sibuk mengurusinya, aku menahan diri.
"Maksudku, itu artinya band-mu benar-benar hebat. Dia bukan tipe yang senang mendengarkan macam-macam musik. Bisa dibilang seleranya cukup tinggi, bahkan dia tidak tertarik dengan New Era sama sekali,". Setelah mengetahui Jared menyukai Vocation, aku sering mengenalkan lagu-lagu New Era kepadanya, namun tidak mempan.
"The truth is, I never listened to your songs anymore,"
Sebelum berbicara, Daniel tersenyum kecil. "Because you'd miss me?"
He knew.
"Good luck up there,"
Akhirnya Daniel berjalan menuju stage. Riuh penonton terdengar seperti menggelegar. Setelah konser dimulai, beberapa kru nampak sibuk dan salah seorang stylist dengan nama Kate berdasarkan access card yang menggantungnya melihatku terus.
"I thought Daniel was a gay," ucapnya kepadaku. "He was never interested in women as long as I worked for him,"
Aku hanya tersenyum-senyum tidak tahu harus membalas apa.
"Aku sudah tahu kau pasti adalah muse-nya kali pertama melihatmu," ucapnya. "Dia belum pernah mengamati bangku penonton sejak open gate sampai mengundang siapapun ke backstage. You must be his VIP, right?"
Stylist tersebut mengajakku berjalan untuk mengobrol lebih lama selagi dia mempersiapkan peralatan yang diperlukan.
"Apa tidak apa-apa aku disini sampai selesai?"
Kate melirikku dan tertawa. "Tidak ada yang berani mengusirmu, tenang saja," dia menarikku untuk pergi ke waiting room kembali untuk mengambil sesuatu.
Dari kejauhan aku melihat Brian yang sedang dihadang oleh beberapa security. Ya, Brian dari New Era. Dia nampak ingin masuk namun ditahan karena tidak ada izin.
"Brian?" Aku menghampirinya. "He's with me," ucapku kepada security tersebut yang akhirnya mempersilahkan Brian untuk melewati mereka.
"Hey, how are you?" Aku yakin Brian tidak mengingat namaku. Bertahun-tahun aku tidak melihatnya, kini Brian semakin gagah bahkan sudah seperti model celana dalam yang seksi dan berkelas.
"Kau ingin menemui Daniel?"
"Tentu saja. That dude literally forgot me,"
Aku menatap Brian seperti sedang nostalgia ke masa-masa dahulu. "You can wait him in his room or with me at backstage,"
Brian akhirnya memilih untuk berdiri bersamaku di backstage sambil menunggu waktunya guest act sekaligus waktu istirahat Daniel.
Saat Daniel turun dari stage, dia mendapati Brian dan langsung memberinya pelukan hangat.
"Kau benar-benar keterlaluan. Kalau tidak ada pacarmu ini aku hampir dibuat malu di depan security,"
Err, I'm not his girlfriend by the way.
Daniel hanya melirikku namun tidak menganulirnya. "Yang penting kau sudah disini, kan? Bagaimana kalau setelah ini kau ikut denganku?"
Brian hanya tertawa. "Sure,"
"Kau mau ikut juga?" Tanya Daniel kepadaku.
Me? No way. Aku menolak dengan keras.
"You want to announce your marriage, huh?"
"If I do, the management would freak out," Daniel menanggapi candaan Brian.
Setelah Daniel disuruh kembali ke stage, dia mengajak Brian dan langsung memperkenalkan sahabat lamanya itu. Selanjutnya mereka berdua sepakat untuk berduet dengan lagu dari Vocation. Dari sekian banyak lagu yang telah dinyanyikan, semuanya adalah lagu-lagu baru dan tidak ada yang bisa kukenali.
Suasana di backstage sedikit ramai. Banyak orang yang lalu lalang bahkan membuatku harus sembunyi di balik platform tinggi. Saat beberapa kru berlarian membawa kardus-kardus besar, salah satu dari mereka tidak sengaja menabrak platform dan mengguncang bagian atasnya. Tiba-tiba saja aku mendengar seperti besi berjatuhan dan suara ramai di dekatku.
Ah, rupanya beberapa kaleng besi yang untungnya kosong menimpa tubuhku. Pantas saja kepalaku pusing dan seluruh tubuhku seperti mati rasa. Berkali-kali aku berkata tidak apa-apa kepada kru lainnya, namun akhirnya aku pingsan dan tidak mendengar apapun lagi.
*****
Saat terbangun, aku melihat jam yang menempel di dinding. Sudah sekitar 5 jam rupanya sejak aku pingsan dan terbaring dengan pakaian rumah sakit. Aku merasakan sakit yang luar biasa di bagian bahu dan punggung, mungkin karena kaleng besi itu menghantam keras bagian tersebut.
Setelah menyadari lingkungan sekitar, aku melihat Jared duduk di sampingku dengan pandangan khawatir. Oh, syukurlah aku tidak mengalami amnesia seperti di film dan novel-novel biasanya. Aku masih ingat jelas nama dan orang-orang yang kukenal.
"Are you okay?" ucap Jared. Dia kelihatan sangat khawatir.
Aku mencoba berbicara dan rupanya masih bisa. "Yeah..." Syukurlah, sepertinya kecelakaan kali ini tidak terlalu parah.
"Don't move. Almost all your upper body are dislocated,"
"Is it bad?" tanyaku sambil meringis saat mencoba bergerak.
"Don't worry you seem still pretty, at least for me," dia bercanda, ya?
Seseorang membuka pintu dengan terburu-buru. Setelah saling bertatapan dengan Jared, dia langsung fokus menatapku. Ya, Daniel. Masih dengan baju yang dipakai saat konser, dia datang dengan wajah yang tidak kalah cemasnya.
"I've just taken care the administration process," ucapnya sambil berdiri di sampingku.
Tentu saja Jared terkejut melihat orang yang baru saja ditontonnya datang di hadapan dia sendiri. Matanya meliriku dan Daniel. Dia meminta penjelasan. "You knew him?" tanya Jared.
"Hi, I'm Daniel," dia berinisiatif mengenalkan diri. "And you're Jared, right? Friend of Ashley?"
"Boyfriend, actually," Daniel bahkan sedikit terkejut saat Jared menganulir statusnya sendiri.
"Jared, this is Daniel, he is... my friend," aku bingung menjelaskan apa kepada Jared. "And Daniel, this is Jared, my boyfriend," kali ini suaraku tegas.
Daniel melihatku. Dia seperti kesal namun aku melihat ada sebuah plot yang ingin dimainkannya. Aku balas melihatnya dengan mengancam untuk tidak bertindak apapun.
"How did this happen to you?" tanya Jared.
"This was my fault, and I am responsible for all this,"
Saat Jared melirik Daniel, aku melihat bahwa his jealousy mode is on. "And how did you involve with this?" I need explanation, maksudnya.
"Dia bersamaku saat di backstage dan salah satu kru tidak sengaja menjatuhkan kaleng bekas yang berada di area platform dan Ashley berada tepat di bawahnya,"
"Daniel, please," aku menyuruhnya pergi keluar. Penjelasannya membuat persepsi yang salah kepada Jared. Awalnya dia menolak untuk pergi, namun akhirnya dia mengalah juga. Setelah hanya ada aku dan Jared berdua, dia mulai berbicara.
"I'm started to dislike him," ucapnya. Oh, you should.
"I'm so sorry to let you watch the concert alone," aku merasa bersalah kepadanya. "But please, don't ask about what just happened again,"
Jared setuju. "Jadi kau sudah mengenalnya sejak lama?" dia nampak kesal saat tahu kenyataannya.
Aku mengangguk. "He is an old friend, the oldest that I had,"
"Wait," ucapnya. "Don't tell me that you're Ashley as in 'Letter to Ashley' song?"
Apa maksudnya?
"You must not be the Ashley, am I right?"
What Ashley?
Berkali-kali aku mencoba memahami pertanyaan Jared, aku semakin bingung. Namun firasatku mengatakan hal ini tidak akan bagus. Dari raut wajahnya, aku melihat bahwa dia kelihatan panik dan terkejut bukan main.
-tbc