Wednesday 20 August 2014

[One Shot] The Unreal You

If you ever knew me, then it's a tiny happiness for me.

If we ever talked eye to eye, then it's a little heaven for me.

If I ever loved you, then... What is it for me ?

♡♡♡♡♡♡

Mari bertemu sekali lagi suatu saat nanti. Kenakan pakaian terbaikmu dan berdirilah dengan tegak di hadapanku. Ceritakan semua hal yang menjadi kebanggaanmu dengan senyum bahagia.

Aku akan tersenyum dan membalas,

"Aku turut berbahagia untukmu,"

Lakukanlah hal yang sama. Tanyakan bagaimana kehidupan berjalan di duniaku selama ini.

Aku akan menjawab bahwa hidupku baik-baik saja, sangat normal dan bahagia.

Tidak. Tidak bisa. Aku tidak mungkin berbohong di depanmu.

"Hidupku cukup menyedihkan walaupun aku sudah memiliki segalanya, tetapi karena aku belum memilikimu, rasanya masih hampa,"

Apakah aku bisa mengucapkannya dengan santai ?

Tidak tidak. Skenario ini juga tidak tampak cukup nyata.


♡♡♡♡♡


Datanglah ke sebuah galeri suatu hari nanti. Kenakan pakaian formalmu dan jalanlah seakan statusmu sangat tinggi untuk disombongkan.

Berhentilah di suatu lukisan dan pandangilah lukisan itu dengan cermat. Carilah makna di dalamnya.

Aku akan datang dari belakangmu sambil membahas maksud lukisan tersebut.

Lalu kau akan berbalik sambil menyapaku, berbasa-basi menanyakan sudah berapa lama kita tidak bertemu.

"20 tahun, tepat 20 tahun,"

Kau tidak mungkin terkejut kalau aku tahu persis berapa lama waktu yang telah kubunuh untuk menanti masa-masa ini, kan?

Tidak. Itu akan sangat mengerikan. Kau akan berpikir kalau aku seseorang yang aneh. Tidak ada orang asing yang bisa mengkalkulasikan waktu dengan cepat dan tepat... Kecuali aku memiliki suatu rasa terhadapmu.

Kalau iya, apakah aku semakin dianggap aneh bagimu?

Kurasa skenario ini malah semakin menjauhkan aku denganmu.

♡♡♡♡♡

Kau suka kopi dan buku, kan ? Kedua hal itu akan sangat sempurna sekali di sebuah coffee shop kecil di sore hari. Duduklah di area luar agar kau bisa menikmati kesibukan kota di saat matahari hendak meninggalkanmu.

Biarkan aku mengenalimu ketika tak sengaja melewati tempat itu hingga berhenti untuk menyapa.

Berikan senyuman yang manis seolah kau menikmati hidupmu sekarang. Jangan pernah kenakan sebuah cincin apapun di jarimu apalagi berkata kau datang untuk menunggu seseorang.

"Aku sudah bertunangan, sebentar lagi kami akan menikah,"

Oh Tuhan. Ini adalah imajinasiku. Mengapa aku membayangkan hal ini ?

Tanpa ekspresi maupun kata, aku cepat-cepat pergi darimu. Kejutan ini terlalu mendadak dan bahkan hatiku tidak siap menerimanya.

Menikah, katamu?

Semudah itu kau menentukan siapakah pendamping hidup yang akan kau bagikan seluruh jiwa dan ragamu ?

Cepatlah bangun, bodoh.  Ini bukan skenario yang kuinginkan pula.
♡♡♡♡♡
Tersenyumlah. Hanya itu yang kuinginkan. Berikan kebahagiaan itu untuk orang di sekitarmu. Dan biarkan aku menikmatinya sebentar lagi.

Alangkah baiknya kalau kau mendatangiku dan menanyakan siapa namaku, meskipun kita adalah teman sekelas selama 3 tahun berturut-turut.

Berpura-puralah kau mengingat namaku walaupun kau memang tidak pernah tahu sama sekali mengenai keberadaanku.

Tidak apa-apa. Ini lebih terasa nyata dibandingkan apapun yang bisa kubayangkan.

Jangan pernah kenakan kacamata hitam meskipun matahari bersinar terik karena matamu begitu indah untuk ditutupi. Tetaplah bermain bersama temanmu yang lain dan biarkan aku berdiri disini sendiri untuk tetap diam mengamatimu.

Kini aku malah tidak tahu apakah aku sedang berimajinasi atau mengulang kenanganku lagi.
♡♡♡♡♡
Kau berlari. Langkah kaki yang begitu cepat dan tak beraturan. Kau begitu tergesa-gesa saat menemuiku.

Lagi-lagi kau tersenyum. Meskipun aku tidak pernah membayangkan bagaimana sosokmu selama bertahun-tahun,  tetapi aku masih bisa merasakan perasaan yang kau curahkan setiap kali kau tersenyum.

Jangan begitu. Kau selalu membuatku jatuh cinta terus menerus setiap kali kau tersenyum.

Kau menunjukkan sebuah lukisan milikku yang rupanya kau pegangi sejak tadi.

Aku masih ingat lukisan itu. Mi Amor, lukisan pertamaku yang merupakan potret dirimu sambil tersenyum. Seingatku lukisan itu kuletakkan di galeri pribadi milikku, sangat jauh dari kota asalku dan juga dari tempatmu tinggal.

Jangan pernah melakukannya. Jangan menanyakan apa alasanku melukismu. Seharusnya kau mengetahuinya karena semua ini begitu jelas.

"Tetapi kau tahu kalau aku akan menikah, kau tidak bisa melakukan ini,"

Oh Tidak. Mengapa imajinasi ini tidak mau menuruti kemauanku ?

"Aku harus menjadi jahat untuk bisa membuatmu melupakanku,"

Kau melakukannya. Kau menghancurkan hatiku. Kau merusak lukisanku dengan merobeknya menjadi berbagai serpihan. Dengan sangat perhatian kau membuang sobekan tersebut ke dalam tong sampah.

Suaraku tercekat. Imajinasi ini terlalu nyata tetapi begitu menyakitkan bagiku.

Kau bahkan menolakku tanpa pernah aku menyatakan apapun. Aku belum memberitahu perasaanku kepadamu. Kau belum tahu sejak kapan aku memendam hal ini. Kau bahkan tidak segan-segan menghancurkannya, hati yang sudah terlalu tua dan rapuh ini.

Kau pergi tanpa pamit, karena kau memang datang kepadaku secara tiba-tiba pula.

Tetapi jangan begini. Jangan hancurkan hatiku yang sudah terlalu lelah menunggumu. Jangan kacaukan hidupku yang penuh skenario fiktif bersamamu.

Kau menyakiti hatiku, dan fisik ini mampu merasakan betapa sakitnya pula.

Napas ini terasa sesak seolah aku memiliki asma akut sejak lama, padahal tidak. Jantung ini bagai tertancap seolah serangan jantung menimpaku. Dan seluruh tubuhku merasakan nyeri tak tertahankan.

10 detik. Selama itu kau datang tadi dan langsung menghancurkan seluruh kehidupanku.

Selama aku hidup, kuhadapi segala keluh kesah dengan tangguh. Namun selama 10 detik dari seluruh kehidupanku, aku kehilangan keseimbanganku.

Kau mengguncangku tanpa ampun.

Mungkin aku membutuhkan sesuatu, yang mampu membangkitkanmu kembali meski hanya di imajinasiku saja.

Kau adalah muse untukku, bagaimana aku bisa melanjutkan hidupku tanpamu ?

Bagaimana tangan ini mampu berekspresi kalau kau tak bisa lagi memberiku emosi ?

Halusinogen...

Mungkin aku membutuhkannya...

Aku membutuhkanmu meski hanya di benakku...
♡♡♡♡♡
God must have known that we aren't destined to love each other. But still, he lets me to try this pain love. For what purpose, God ? Can't you tell me ?