Sunday 29 September 2013

[Collection] I'm Coming, Dear...


Meskipun aku kembali hidup di kehidupanku yang lain...

Meskipun aku terlahir kembali dan lagi...

Bagaimana aku bisa menemukan kebahagiaan selain bersamamu?

Aku tersenyum disaat Clara tersenyum. Aku menangis disaat Clara menangis. Dan aku tertawa disaat Clara tertawa.

Aku melangkah di sebuah jalan.

Jalanan yang berbatu, kasar, dan berliku.

Cahaya yang kutemui adalah sebuah lilin yang menyala abadi,

Dan engkau membawa lilin itu sambil menuntunku.


Aku menangkap kebahagiaan di wajahnya, namun tidak sekalipun aku bisa menikmati kebahagiaan itu seperti biasanya.

Dia memberikan sepucuk surat kepadaku, sebuah surat kecil berwarna pastel dan menyuruhku membukanya.

Aku tahu aku harus mengurungkan niatku untuk memberitahunya sesuatu hal yang cukup penting. Mungkin penting bagiku tetapi tidak baginya.

"Kali pertama aku melihat wajahmu, aku tahu bahwa kaulah selama ini gadis yang kuinginkan..."

Aku langsung mengerti bahwa ini adalah surat cinta dari seseorang. Cepat-cepat aku membaca sampai kata terakhirnya,

"Aku menunggu jawabanmu di Evra Hills, hari minggu pukul 9, salam, Diego,"

Diego. Pria itu. Aku tahu siapa dia.

"Diego menyukaimu? Wow..." Aku menunjukkan keterkejutanku setelah selesai membaca surat tersebut.

"Bahkan kau saja terkejut," dia menorehkan senyum di balik kebahagiaan yang sulit ditahan olehnya.

Diego Blackwood.

Apakah kalau aku menyerahkanmu kepada pria sempurna sepertinya, kau akan bahagia, Clara?

Apakah aku harus menyerah seperti ini?

Aku juga menginginkanmu...

"Dan apa jawabanmu nanti ?" Tanyaku benar-benar penasaran.

" Aku akan memintanya untuk berkenalan secara pelan-pelan dahulu, aku tidak mau menolaknya, tetapi aku juga tidak bisa dengan mudah menerimanya,"

Waktuku habis sebentar lagi, Clara.

Apakah mengharapkanmu berada di sisiku untuk terakhir kalinya adalah hal yang mustahil?

"Matt?" Clara memanggilku dan menatapku dengan aneh.

Dia langsung menyerahkan tissue kepadaku dan aku tahu bahwa aku kembali mimisan. 

"Kau sering sekali mimisan belakangan ini, apakah benar itu hanya karena cuaca panas? Memangnya kau belum mengecek kondisimu ke dokter?" Dia begitu perhatian.

Aku menggeleng, menutupi kebohonganku. Baru tadi pagi aku menerima hasil lab dan penjelasan dokter. Aku akan mati, itulah yang kudengar dari sang dokter. Tetapi aku tidak mingkinmemberitahumu sekarang, Clara. Kau sedang berbahagia saat ini.

Mungkin aku masih bisa menunggu waktu yang cukup tepat untuk menjelaskan hal ini kepadanya. Atau, mungkin lambat laun dia akan mengetahui kondisiku ini, tanpa perlu aku memberitahunya.

*********************************************

"Kau dimana?" Tanya Clara.

"Di rumah, kenapa?"

"Aku mau mengantar chiffon cake untukmu,"

Aku sedikit panik karena sebenarnya aku masih di rumah sakit.

"Aku belum mandi dan masih mengantuk, 2 jam lagi bagaimana?" Kilahku.

"Kau pasti akan terbangun dengan wangi kue buatanku, aku kesana sekarang ya,"

Bagaimana ini?

"2 jam lagi atau aku tidak akan membukakan pintu untukmu," aku mulai tegas.

"Huh," dia mengeluh, "Baiklah 2 jam lagi," balasnya.

Dengan cepat aku langsung pergi ke rumah setelah selesai kontrol dengan dokter. Katanya penyakitku ini sudah sulit diobati karena sudah sangat serius. Kanker otak, katanya.

Aku tidak peduli dengan apa penyakitku, dan aku juga tidak mau diobati. Aku hanya perlu tahu berapa lama lagi aku bisa hidup di dunia ini.

"Melihat kondisimu saat ini, kemungkinan 4 bulan dengan tambahan 2 bulan di ranjang rumah sakit," 6 bulan kurang lebih katanya.

Aku tidak tahu waktuku akan habis secepat itu.

Aku bersiap-siap dengan kedatangan Clara dan mencoba melupakan vonis tadi.

Saat datang, dia membungkus rapi seloyang kue yang kelihatannya sangat manis dan menggoda tersebut. Begitupun yang membawanya, dia memakai dress pink yang lembut.

"Kau habis darimana?" Tanyaku curiga.

"Dari rumah," jawabnya.

"Pakaianmu terlalu bagus kalau hanya untuk menemuiku saja, Clara,"

Dia menyengir kepadaku dengan manisnya.

"Aku baru membeli dress cantik ini dan tidak sabar memakainya, bagaimana menurutmu?" Tanyanya.

"Kau selalu cantik dimataku dengan pakaian apapun," aku serius mengenai hal ini.

Namun berkali-kali aku mengatakannya, Clara selalu menganggap hal tersebut sepele. Dia selalu mengabaikan perasaanku, dan mungkin akan selamanya.

"Bagaimana hubunganmu dengan Diego?" Tanyaku dengan bodohnya mengungkit hal tersebut.

"Baik sekali, dia benar-benar pria yang baik," jawabnya. "He cares me the most,"

Apakah aku kurang menunjukkan perhatianku kepadanya?

"Lalu apa hubungan kalian? Sudah resmi berpacaran?" Tanyaku.

"Aku tidak tahu... Bisa dibilang begitu namun tidak juga. Dia belum menanyakannya juga sih," ucapnya.

"Jangan-jangan setelah kesini kau ada janji dengannya, ya?"

"Tidak, Matt. Aku benar-benar serius memakai dress ini untuk kuperlihatkan kepadamu. Mengapa kau sangat curiga sekali, sih?" Tanyanya.

Karena aku tidak percaya, Clara. Kau selalu menganggapku sebelah mata namun kau juga kadang terlalu menghargaiku. Tetapi pakaianmu terlalu indah kalau hanya untuk diperlihatkan kepadaku saja.

"Kau punya request khusus apa yang harus kubuatkan untukmu?" Tanyanya. Clara memang senang memasak.

"Lasagna. Kau bisa tidak?" Tanyaku.

"Mudah sekali, Matt," katanya. "Bisa tidak kau  request yang lebih susah lagi?"

"Aku sedang ingin lasagna sekali, nih. Besok langsung jadi bisa?" Tanyaku menantangnya.

"Kalau aku buat besok, aku juga ada request untukmu," timpalnya.

"Kau memang benar-benar tidak mau rugi," keluhku. "Apalagi kali ini?" Tanyaku.

"Aku ingin kau tahu kalau aku menyimpan banyak dokumen rahasia sebelum kematianku. Semuanya ada di laptopku. Ada folder di drive D bernama 'OPEN' dan banyak sekali dokumen, namun terkunci semua. Passwordnya adalah nama favoritku yang akan kuberi untuk anak pertamaku nanti. Kau masih ingat kan?" Tanyanya.

"Kenapa kau tiba-tiba berkata begitu?" Tanyaku. Aku begitu terkejut dia membahas hal seperti ini.

"Aku takut lupa memberitahu orang lain. Dan kau satu-satunya yang kuberi tahu hal ini kepadamu. Hanya kau yang tahu passwordnya. Kau masih ingat tidak?" Tanyanya lagi.

"Maarc Hawlett? Sudah berapa kali kubilang itu bukan nama yang lazim, Clara,"

Dia tersenyum. "Kau selalu mengingat hal kecil seperti itu," balasnya. "Dan hanya kau yang tahu hal itu,"

"Aku tidak mengerti mengapa kita tiba-tiba membahas hal ini,"

"Aku takut lupa, Matt," dia kembali menyunggingkan senyumnya.

Tiba-tiba dia pamit pergi dan bersiap untuk belanja kebutuhan Lasagna. Aku hanya melambaikan tangan kepadanya selagi dia pergi.

Sebelum aku tahu bahwa hal tersebut adalah kali terakhir aku melihatnya.

*********************************************

Tante Amira menyerahkan sebuah laptop berwarna hitam. Mencoba menahan uraian airmatanya yang hendak membasahi laptop tersebut saat dia memeluk benda kesayangan anaknya itu.

Sedangkan aku dengan susah payah mencoba tegar dan tetap tenang. Clara pasti tidak mau melihat orang yang disayanginya menangisi kepergiannya, meskipun aku tidak sanggup setangguh yang dia inginkan.

Aku membuka laptop tersebut dan mencari data yang waktu itu dikatakannya. Ada banyak dokumen yang dia miliki, seperti "Dear Mom and Dad," atau "Dear my sister,", "Dear Diego,", beberapa temannya, dan juga "Dear Matthew Pearson," yang satu-satunya dengan nama lengkap. Aku membuka dokumen tersebut sesuai dengan password yang kuketahui dan benar saja, ternyata dia menulis surat kepergiannya.

Saat aku hendak membuka milikku, seorang pria dengan tangisan sendu terdengar. Rupanya Diego berada di sana, di balik pintu dan aku menemuinya.

 "She left a message to you..." Ujarku.

Dia kelihatan bingung namun akhirnya mengikutiku. Dia lalu membaca surat yang Clara memang tuliskan untuknya.

Setelah selesai membaca, dia bangkit dari tempat duduk dan berdiri agak lunglai. Wajahnya menyiratkan banyak hal dan aku tidak mengerti.

Aku akhirnya mencoba membaca apa yang ditulis Clara untuk Diego.

Dear Diego,

Kalau kau membaca tulisan ini, berarti aku sudah tiada. Aku sengaja menuliskan ini sebagai salam terakhirku dan juga kenyataan atas kematianku.

Kau mungkin bingung mengapa aku bisa meninggalkan surat ini kepadamu, karena aku tahu aku akan mati belakangan ini, dan aku benar, kan?

Kau pria yang baik dan sempurna untuk siapapun. Aku beruntung bisa mengenalmu dan dicintai olehmu, walaupun hanya sementara.

Aku juga menyukaimu, Diego.

Sebelumnya aku ingin memberitahumu 2 hal.

Pertama, kematianku ini bukanlah karena kecelakaan semata. Aku tidak tahu apa yang akan terjadi kepadaku, bagaimana aku akan mati, tetapi aku tahu bahwa aku akan dibunuh. Mohon baca hal ini baik-baik.

Saat aku mendatangi rumahmu dan hendak memberi kejutan, aku mendapati ayahmu dan seorang pria sedang berjabat tangan dan saling menukar koper. Ayahmu memberikan koper berisi uang sedangkan yang lainnya memberikan sebuah berkas. Aku tahu bahwa ternyata ayahmu membeli sebuah informasi ilegal yang menjadi rahasia penting negara. Aku ketahuan mengetahui transaksi tersebut. Dan ayahmu menyuruh anak buahnya untuk menangkapku dan membunuhku. Aku lari sekuat tenaga, tidak tahu apakah mereka tahu identitasku atau tidak. Belakangan ini aku merasa dibuntuti oleh seseorang. Lalu beberapa hari kemudian aku mendatangi kantor polisi untuk mengurusi beberapa dokumen. 

Aku mulai merasa tindakan penguntit itu semakin agresif dan aku mengerti bahwa langkahku salah. Mereka menganggapku sedang melaporkan ayahmu. Pernah secara terang-terangan pembunuh bayaran itu menodongkan pistol ke arahku, namun gagal karena tiba-tiba banyak anak kecil yang lewat denganku. Sejak saat itu aku tahu aku akan dibunuh, cepat atau lambat dan aku segera menulis hal ini. Rumah adalah tempat teraman untukku sekarang. Aku minta maaf kalau selama ini aku menolak untuk keluar rumah karena itu alasanku. Tetapi aku tidak mungkin bisa terus seperti ini, terkurung di rumah selamanya. Jadi aku sudah menetapkan diriku, bahwa nyawaku dipegang oleh Tuhan, dan aku tidak takut mati.

Aku bohong. Aku takut mati, Diego. Aku tidak mau meninggalkan kalian semua, sungguh. Tetapi aku juga tidak mau hidup terkurung di rumah. Cepat atau lambat pembunuh bayaran itu juga akan menerobos masuk. Jadi... Selamat tinggal, Diego...

Kedua, aku menyukaimu, sangat menyukaimu. Dan aku tahu kalau kau menyukaiku juga. Aku berharap kau segera menemukan gadis yang lebih pantas mendampingimu secepat mungkin. Aku tidak memintamu untuk melupakanku, jangan, berikan sedikit ruang untukku di hatimu, bisakah engkau?

Aku sudah cukup bahagia atas kehidupanku yang sekarang. Aku bisa bertemu dengan orang-orang yang mengasihiku dan menyayangiku, dan aku tentu saja akan terus berusaha untuk bahagia di kehidupanku yang selanjutnya...

P.S: yang mana yang kau percayai, kehidupan setelah kematian atau reinkarnasi ?

Salam penuh rindu,
Clara Heynes.

Aku membuka surat untukku sekarang.

Dear Matthew Pearson,

Kau sudah membaca semua suratku untuk Diego sebelumnya ? Kau harus membacanya dulu sebelum membaca surat ini. Setelah kau selesai membaca suratku untuk Diego, barulah kau boleh membaca surat ini. Dan satu hal, jangan biarkan orang lain membaca surat ini.

Kau sudah tahu penyebab kematianku.

Jangan lakukan apapun. Balas dendam tidak akan mengubah apapun, aku tidak akan kembali sekalipun kau berhasil balas dendam, ya kan ?

Ayah Diego adalah seseorang dengan kedudukan tinggi dan sangat berkuasa, aku tidak mau menjerumuskanmu ke dalam bahaya yang sama denganku. Ya, dia tidak punya hati memang, tetapi sudah cukup, relakan saja aku pergi dan itu lebih dari cukup.

Simpan seluruh airmatamu untuk yang lain atau jangan pernah keluarkan sama sekali karena aku harus memberitahukan suatu hal kepadamu, dan jangan sampai kau menangis membaca hal ini, karena aku akan kecewa.

Kau tentu saja sudah membaca bahwa aku menyukai Diego, ya aku memang menyukainya.

Dan aku tahu kau sudah mencintaiku sejak lama. Hanya orang bodoh yang tidak bisa mengetahuinya sama sekali. Dan kau cukup bodoh untuk menutupinya, akhirnya aku menyadarinya juga.

Aku sedang berpikir ke belakang mengenai kasih sayangmu yang sudah kau curahkan begitu banyak untukku. Betapa banyaknya waktu yang kita luangkan bersama, dan bagaimana kau terus menjaga dan membahagiakanku. Kau pria yang benar-benar hebat, Matt. Bagaimana kau bisa mencintai seseorang tanpa memintanya untuk mencintaimu kembali?

Aku berterima kasih atas semua yang pernah kau lakukan untukku, dan aku benar-benar berterima kasih sedalam-dalamnya. Kau adalah salah satu penyebab kebahagiaanku di dunia ini, yang terbaik dan terbanyak.

Ehem...

Kau ingat tidak, mengenai seseorang yang akan kusinpan kelak untuk masa depanku nanti?

Itu adalah engkau, Matt. Siapa lagi yang pantas menjadi suamiku kelak (ini adalah khayalanku) selain dirimu?

Ya, aku juga mencintaimu, sudah sejak lama. Diego memang baik, sempurna dan aku menyukainya. Namun aku mencintaimu, Matt. Kau adalah milikku.

Jadi,

Bisakah aku, dengan sangat egois dan rakus, memintamu untuk tidak pernah melupakanku? Ya, permintaan ini memang terlalu egois. Kau memiliki kehidupanmu sendiri, dan aku hanyalah memori bagimu.

Tetapi bagaimana bisa aku sanggup melihatmu menggandeng wanita lain selain diriku, Matt ? Kau milikku. Satu-satunya untukku. Ditakdirkan bersamaku. Kalau itulah yang Tuhan maksudkan dengan jodoh, kaulah jodohku. Aku serius. Saat aku menulis ini, aku baru sadar bahwa aku takut mati, aku tidak mau meninggalkanmu.

Aku mencintaimu, Matt. Aku sanggup menulis seluruh halaman dengan kata itu, tetapi aku tidak pernah sanggup mengucapkannya langsung kepadamu. Mengapa ? Mengapa aku harus pergi lebih dahulu ?

Maarc Hawlett. Kau tidak tahu ? Itu adalah kombinasi dari gabungan nama kita. Ya. Itu adalah nama untuk anak kita nanti. Aku sudah memikirkan semuanya, Matt. Pernikahan kita, rumah tangga kita, dan kehidupan dewasa lainnya.

Kau yang paling spesial dari yang pernah Tuhan berikan. Aku terlalu bersyukur memilikimu. Ya, kau benar-benar milikku, Matt.

Jangan bersedih, Matt. Kau selalu bertanya kepadaku yang mana yang lebih kupercayai, kehidupan setelah kematian atau reinkarnasi. Aku lebih menginginkan reinkarnasi, Matt. Karena di kehidupan baruku nanti, aku pasti akan bertemu denganmu lagi dan kita akan menjalani kehidupan yang lebih bahagia hingga maut memisahkan kita lagi, bangkit di kehidupan baru lagi, bertemu denganmu, dan jatuh cinta lagi hingga maut menjemput lagi. Aku bisa mencintaimu selamanya. Bukankah konsep tersebut sangat hebat?

Namun kehidupan setelah kematian juga tidak terlalu buruk. Kau pasti akan berada di sampingku suatu saat nanti, dan kita akan bertemu lagi di kehidupan itu. Aku tidak tahu, sulit menentukan mana yang paling benar, namun semuanya baik-baik saja menurutku.

Kau bisa melakukannya, kan ?

Jangan melupakanku, Matt. Hatimu hanya milikku.

Maafkan aku kalau menyusahkanmu.

P.S: kau harus cek kondisimu ke dokter, sesegera mungkin.

Dari si-egois,
Clara Heynes.

Kini aku tahu mengapa Tuhan mengirimkan penyakit ini. Tuhan juga ingin cepat-cepat mempertemukanku kembali dengan Clara di kehidupan yang lebih baik rupanya. Dunia ini tidak memungkinkan bagi kami untuk bersama.

Sabar sebentar lagi, Clara...
Aku akan datang ke sisimu...

*****************************************************

"Kau dengar aku, kan?" Suara seseorang membisikiku.

"Aku sudah berhasil membalaskan dendam untuk Clara. Ayahku memang orang yang jahat dan aku sudah memberinya ganjaran yang pantas. Dia sudah ketahuan dengan banyak perkara dan masalah yang dia perbuat sendiri. Maaf, belakangan ini aku menjadi sedikit sibuk dan baru sekarang menjengukmu. Aku tidak tahu kalau kau akan secepat ini menemui Clara. Sampaikan salamku untuknya nanti kalau kau bertemu dengannya. Kau adalah pria yang baik, Matt. Kau memperbolehkanku mengenal Clara dan meminjamkannya kepadaku untuk sementara. Duniamu bukan disini tanpanya. Sampaikan hal ini juga kepada Clara. Aku lebih ingin mempercayai reinkarnasi, karena aku ingin melihat kalian berdua bahagia di kehidupan yang lain. Sampai jumpa, Matt,"



Aku bisa melihat Clara di sampingku, mengajakku untuk pergi sekarang, Diego...

Clara, aku datang...