Sunday, 26 March 2017

[Collection] Here, Standing Still

Aku terkejut saat melihat Sam berada di depan pintu rumahku. Dia tersenyum, dan tangannya tampak menyembunyikan sesuatu. Apakah itu untukku ?

“ Selamat ulang tahun !” dia mengeluarkan sesuatu dari balik punggungnya.

Astaga ! “ Saaaaaaam !!!!!” teriakku saat dia sudah pergi dengan tawa kencangnya. Dia baru saja mengotori halaman depan rumahku dengan sampah plastik. Sialan ! Dia mengerjaiku. Aku tidak berulang-tahun hari ini. Dia jelas-jelas sedang iseng.

“ Suzie, bagaimana kado ulang-tahun dariku ? Mengejutkan, bukan ?” dia baru kembali setelah beberapa detik, ketika aku terpaksa memungut sampah-sampah tersebut.

“ Sialan kau ! Kau menambah pekerjaanku di pagi buta begini !” aku memeriksa jam dinding di dalam rumah dan sadar bahwa sekarang masih jam 6. Di Minggu pagi begini dia sudah mengerjai orang, benar-benar kurang kerjaan anak ini.

Dia hanya tertawa, namun ikut memungut hasil keisengannya. Setidaknya dia memiliki tanggung jawab, itu cukup bagus.

*****


“ Hei, halo Suzie…” dia menyapaku dengan nada siap mengolok-olok. Aku membuang muka kepadanya.

“ Suzie, kau marah kepadaku ? Ah, memangnya apa salahku ?” dia senang sekali menggangguku.

Aku memasuki restoran tempatku bekerja, memakai seragam kerja, dan berdiri di depan kasir. Namun Sam ada disana, menungguku dengan tidak sabar. Aku melihatnya, ini belum waktu buka restoran.

“ Kau tidak pergi kerja ?” tanyaku.

Dia menggeleng. “ Kalau begitu bisakah kau pergi ke tempat lain saja ? Aku mau kerja, Sam…”

“ Jangan begitu, Suzie. Kau tahu kan ini menarik untukku,”

“ Apa yang menarik ?”

“ Mengganggu kerjamu,” dia terkekeh puas sekali.


*****

“ Ah, bagaimana ini, Suzie ?” gadis ini nampak bingung, namun tingkahnya aneh.

“ Ada apa sih ?” tanyaku.

“ Aku baru saja mengatakan dengan keras bahwa aku menyukai Sam, dan tidak kusangka Sam ada disana juga. Aku tidak sadar, tetapi sepertinya Sam mendengarnya,”

“ Lalu ? Apa masalahnya ?” tanyaku sambil menikmati makan siangku.

“ Aku malu, Suzie !!!” namun wajahnya nampak berseri-seri. “ Belakangan ini aku sering meng-sms-nya pula, kalau begini kan ketahuan aku memang menyukainya !”

Dan kali ini aku merasa terganggu. Namun belum sempat aku mengungkapkan rasa terganggu tersebut, Sam lewat didepan kami. Kantornya berada di lantai 44 gedung Flaxon, sedangkan restoran kami berada di sebelah gedung tersebut, kadang pegawai kantor sering makan siang di restoran kami. Melihat Sam melintas itu bukan hal aneh lagi.

Sam berhenti, dan raut wajahnya menjadi berbeda saat melihat Ghia—yang dari tadi mengoceh. Dia tersenyum kaku, lalu berjalan lagi. Apa maunya ?

Sekali lagi, saat aku dan Ghia sudah selesai dengan shift kami, Sam datang dan bertanya kepada Ghia, “ Kau sudah makan malam ? Mau makan malam bersamaku ?”

Ghia otomatis mengangguk sambil tersipu. Mereka berdua pergi tanpa pamit lebih dahulu kepadaku.

Apa ini ? Karena Sam tahu Ghia menyukainya, makanya dia seperti itu ? Apakah kau menyukai Ghia juga, Sam ? Mengapa Sam, si jahil itu malah mengabaikanku, padahal sebelumnya dia tidak pernah sekalipun membiarkan waktu kosongku santai sama sekali.

Ketika hal mulai berubah, aku malah merasa tidak nyaman sama sekali. Bukan karena apa-apa, hanya karena… aku khawatir akan apa yang bakal terjadi… Karena aku menyukaimu Sam

*****

Kedekatan Ghia dengan Sam semakin intensif. Orang-orang akan berkata bahwa mereka berpacaran, hanya saja kelihatannya Sam tidak pernah menegaskan hal itu. Dan semakin dekat Sam dengan Ghia, semakin renggang jarak antara aku dengan Sam. Aku benar-benar kesal dengan Ghia, tetapi aku tidak bisa mengungkapkannya.

Setiap Sam datang ke restoran, dia tidak lagi mencariku. Ghia seperti sudah menjadi prioritasnya. Dan, berbeda sekali, tujuan Sam tidak pernah untuk menjahili Ghia seperti apa yang dia lakukan kepadaku.

“ Suzie, ini…” dia menyerahkan sebuah kotak hitam dengan pita pink yang manis.

Aku menerimanya, seraya berkata, “ Kau menitipkan kotak ini untuk Ghia ?” tanyaku.

Sam tidak berkata apa-apa, malah tersenyum malu. Jawabannya sudah terbentuk dengan sendirinya.

“ Ya, baiklah, akan kuberikan kepadanya,” ucapku.

“ Terima kasih, ya, Suzie !” dia melambaikan tangannya dan segera pergi.

“ Kalau aku ingat…” gumamku saat memastikan dia sudah pergi.

*****

Hari ini hari ulang tahunku. Hari ini ulang tahunku !

Sam sudah datang pagi-pagi ke rumahku. Aku membuka pintunya dan menyambutnya. Dia menyembunyikan sesuatu di balik punggungnya, dan senyumnya yang khas menempel lekat.

“ Suzie, maaf, aku sedang buru-buru jadi aku malah mengganggumu pagi-pagi begini…” ucapnya.

“ Kau pasti datang untuk mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku, bukan ?” ujarku riang.

Dan sesuatu terjadi. Senyumnya menghilang sekitar beberapa detik, dan digantikan dengan senyum yang berbeda, kesan yang sangat berbeda.

“ Ah… Selamat ulang tahun !” ucapnya, tetapi tidak kelihatan sangat tulus. “ Ehm… Ini untukmu !” dia mengeluarkan sebuah kotak hitam dengan pita pink yang sama seperti sebelum-sebelumnya. Namun kali ini ukurannya agak lebih besar.

Aku merasa sesuatu nampak aneh. Hadiah ini tidak kelihatan seperti untukku. Ini untuk Ghia. Bukan untukku. Sam selalu menitipkan hadiah seperti ini berkali-kali sebelumnya. Sudah jelas, seharusnya ini bukan untukku, ini untuk Ghia.

Dan satu hal lagi, Sam melupakan hari ulang tahunku.

“ Ah, terima kasih,” jawabku agak suram.

“ Suzie, aku buru-buru, maaf ya, aku pergi dulu,” dia kedengarannya kaku, dan lemas.

Belum sekitar 5 langkah Sam pergi, aku memanggilnya. “ Sam !” dia berhenti, dan aku menghampirinya. “ Hadiah ini seharusnya untuk Ghia, kan ? Aku tahu ini bukan untukku,” lalu aku menyerahkan hadiah itu kepadanya lagi, “ Kau saja yang menyerahkannya. Kalau kau benar-benar menyukainya, mengapa kau tidak menyerahkannya saja sendiri ?” lalu tanpa mau mendengar apapun lagi, aku segera pergi.

“ Suzie !” panggilnya, namun aku tidak mau melihatnya lagi. Aku tidak sanggup menatapnya lagi.

Selama ini aku sudah tahu, Sam tidak pernah melihatku sebagai seorang wanita. Seluruh perhatian yang diberikannya kepadaku bukanlah karena dasar ketertarikan atau apapun itu. Mungkin, awalnya dia memang menyukai Ghia yang seorang teman kerjaku. Dia melihatku yang kelihatan cukup bisa dimanfaatkan untuk mendapatkan info mengenai Ghia, sekaligus mencari kesempatan kalau-kalau bertemu dengannya disaat dia berpura-pura mencariku. Tetapi semua itu berubah ketika dia juga tahu bahwa wanita yang selama ini disukainya ternyata menyukainya juga. Buat apa dia menggunakanku lagi kalau begitu. Dia juga sudah tidak seharusnya malu-malu mengungkapkan perasaannya dan menggunakanku sebagai perantara.

Tidak tahukah kau bahwa aku menyukaimu juga, Sam ?

Aku tidak bisa melakukan semua hal yang kau minta, apalagi yang bersangkutan dengan Ghia. Kalau aku memang kau anggap sebagai teman saja, aku juga tidak bisa. Lebih baik aku menghilang darimu, selamanya. Aku tidak bisa membayangkan aku melihatmu bersama Ghia, temanku. Dan mengetahui bahwa kau tidak bisa kumiliki semakin membuatku ingin menghapusmu.

Apakah selamanya aku tidak akan memberitahumu mengenai perasaanku ini ?

“ Suzie !” panggil Sam lagi.

Akhirnya aku membalikkan tubuhku, “ Kau sudah tahu dia menyukaimu juga, mengapa kau masih malu-malu seperti ini ?” ucapku, dan memalingkan wajahku. Aku tidak mungkin menunjukkan kesedihanku didepannya.

Tidak ada lagi suara dari Sam. Sampai aku masuk ke rumah, Sam tidak lagi memanggilku. Aku ingin sekali melihat apakah dia masih di luar atau memang sudah benar-benar pergi. Mungkin dia memang mendengarkan kata-kataku dan menyerahkannya langsung kepada Ghia. Oh Tuhan… Apakah itu artinya aku yang membantu hubungan mereka ?

Aku tidak mau menangisi seseorang yang tidak akan pernah memikirkanku. 

Tetapi terlambat. 

Bayangan dirinya yang tidak akan lagi bersamaku, menjahiliku, atau mencari-cariku telah memaksaku untuk menitikkan air mata. Ya, pagi itu di hari yang seharusnya begitu istimewa telah diawali oleh mimpi buruk yang seolah menjadi kenyataan.