Akhirnya aku mengetahui apa yang salah. Bahkan rasanya aku ingin tertawa saat menyadari betapa bodohnya yang kulakukan.
"What are you laughing at?" Tanyanya.
Rupanya aku tidak sanggup menahan tawaku dan menunjukkannya.
"Have i told you that you're the biggest mistake that i ever had?"
Aku memang mengharapkan respon seperti yang baru saja Daniel lakukan. Dia mengerutkan dahinya dan berkata,
"Apa maksudmu?" Tanyanya.
"Forget it," ucapku. "I need to clear my head," aku berjalan masuk ke kamar.
"Wait, Ashley," panggilnya. "Aku mendengar dengan jelas kau berkata bahwa aku adalah kesalahan terbesarmu,"
"It's good, then," balasku acuh. "Berarti pendengaranmu masih berfungsi dengan baik," aku berjalan lagi menuju kamarku.
Namun Daniel menarik tanganku yang sudah menggapai pintu kamar.
"Semuanya baik-baik saja sebelum keberangkatanku," dia menjawabku dengan nada yang agak tinggi. Aku bisa merasa dia mulai merasa kesal.
Cengkeramannya benar-benar membuatku tidak bisa bergerak. Dia menggunakan kekuatannya dan seperti mengeluarkan amarahnya sekarang.
"Tidak seharusnya aku pergi ke London. Semuanya salah, tetapi aku tidak pernah menyalahkanmu, tidak menyalahkan apapun. Bagaimana bisa kau berkata bahwa aku adalah kesalahan terbesarmu?"
Hari ini bukanlah waktu yang tepat untuk berbicara. Seluruh otakku sudah lelah, begitupun dengan badanku.
"Kau. Sejak awal kau tidak seharusnya..." mulutku terkunci.
Apa yang mau kau katakan, Ashley?
"Lupakan, kumohon," pintaku.
"Tidak, lanjutkan," Daniel menahanku yang ingin melepas cengkeramannya.
Berkali-kali aku mencoba membalasnya, kekuatan Daniel sama sekali tidak setara denganku. Dan walaupun dia tahu aku sama sekali tidak nyaman dengan cengkeramannya, Daniel sama sekali tidak melepasku.
"It hurts," ucapku lirih.
"Aku tidak akan melepasmu sampai kau menjawabku. Aku seharusnya tidak apa?"
"Kau seharusnya tidak membuatku menyukaimu!" Balasku memaki. "Kau puas? Sekarang lepaskan aku!"
Daniel akhirnya melepaskan tangannya. Aku kembali membuka pintu kamarku dan bergegas ke kamar mandi.
Tetapi Daniel tiba-tiba menarik tanganku hingga tubuhku ikut tertarik. Dia merangkulku, dan menciumku.
Yes, he just kissed me.
Apakah dia sedang mencoba mencari tahu apakah aku masih menyukainya?
Dengan bodohnya, aku tidak menarik diriku dan malah mengikuti kemauannya.
Tetapi akhirnya aku mengerti sesuatu.
My heart is still yearning for him...
"This isn't right," ucapku. Aku teringat akan Jared dan akhirnya mampu menarik diriku menjauh. "I have Jared now," balasku.
"Kau masih tidak mengerti apa yang kau inginkan?"
"I want you to stop seeing me," jawabku.
"Tidak, tidak akan. Aku tidak akan pernah mempercayai ucapanmu setelah aku mendapatkan jawaban darimu tadi,"
Jawaban apa?
"Please, Dan. I have boyfriend now. You should leave," pintaku.
"Break up with him,"
"No way,"
Aku tidak pernah berpikir untuk memutuskan hubunganku dengan Jared. Bagaimanapun juga, dia adalah atasanku. Kalau kata putus itu datang dari mulutku, apa yang harus kulakukan saat menghadapnya nanti. Mungkin kalau dia yang memutuskanku terlebih dahulu, keadaan akan lebih mudah.
"Lalu?"
Stay. Aku menginginkanmu, bodoh.